Persiapan International Volunteering pertamaku

Untuk yang masih belum tau, sebenernya selama tahun 2023 aku apply banyak pendanaan beasiswa, dan belum ada yang berhasil. Aku kan sedih gagal berkali-kali (sampe udah mau abis jari ini ngitungin jumlah aplikasi yg di-submit, udah mulai malu minta surat rekomendasi terus ke pembimbing S2). Sampai tiba saatnya libur lebaran tahun 2024, pas lagi asik-asik scroll ig sambil tiduran di sofa ruang tamu (salah satu tempat pw buat tiduran santai di rumah), tampil iklan algoritma berjudul "Pengabdian Internasional" dan "Taiwan". Trus aku slide postingannya, ada terbaca kata-kata "House renovation". Awalnya aku emang ga begitu tahu tentang kegiatan international volunteer ini. Tapi emang pernah lihat beberapa postingan promosi yang intinya semacam kegiatan KKN di berbagai provinsi di Indonesia gitu. 

Taiwan belakangan masuk ke dalam radar pencarian rencana calon kampus untuk studi lanjutku. Sementara Pengabdian adalah salah satu tugas kerjaan yang sebenernya paling ga menarik buatku. Karena ku pikir "lumayan lah ya kalo ikut kegiatan ini bisa jadi poin pengabdian", dan juga "Mumpung ada alasan untuk ke Taiwan. Soalnya aku emang masih belum tertarik klo cuma liburan jalan-jalan aja ke Taiwan", Langsunglah aku email Dejavato Indonesia untuk mengetahui info lanjut mengenai Pengabdian Internasional di Taiwan ini. Saat itu, kegiatan international volunteering yang diadakan oleh VYA Taiwan memiliki sekitar 10 tema (klo ga salah) untuk waktu penyelenggaraan yang berbeda-beda (tapi semuanya berlangsung di pertengahan tahun). Selain tema "old house renovation" tadi, ada juga tema "make river smile again" (kurang lebih gitu judulnya). Di tema kedua ini, mereka menuliskan bahwa lebih menyukai pelamar dengan background seni, lansekap, dan arsitektur. "Nah, pas banget!" Kupikir. Kayanya ga bakal banyak saingan kalo aku coba apply program yang ini. Walopun aku juga sebenernya ga begitu jelas apa kaitan background tadi dengan detail kegiatan yang tertulis di pamfletnya. 

Sebelum menetapkan keputusan untuk lanjut mengisi aplikasi, aku sempet cari banyak info buat mastiin bahwa organisasi (Dejavato) adalah valid, bukan abal-abal dan tipu-tipu. Sempet juga nanya-nanya via email ke mereka untuk memastikan biaya yang harus dibayarkan. Karena awal tahun 2024, pernah ada isu penipuan mengarah human trafficking berkedok magang mahasiswa yang diselenggarakan organisasi yg bekerja sama dengan kampus. Setelah dipastikan bahwa saya hanya perlu bayar 100rb untuk pendaftaran, dan 950rb lagi kalo nanti terpilih,  barulah saya siap-siap mengisi form aplikasi dsb beserta motivation letter. Oya, klo yg dari saya pahami, total uang 1,05jt tadi digunakan untuk membayar biaya keanggotaan Dejavato yg menginduk ke organisasi international volunteer, yang bekerja sama dengan lembaga-lembaga di negara lain. Makanya mereka saling tukeran program dan tenaga sukarela, gitulah pokoknya. 

Selain isi formulir (yang juga ada disuruh jawab-jawab pertanyaan terkait kegiatan volunteer), berkas lain yang disiapkan seingetku adalah izin dari tempat kerja/sekolah/orang tua, surat keterangan sehat (formatnya sudah ada, jadi bisa langsung minta dokter klinik kampus buat bantu isiin), dan motivation letter. Konon klo dari pengalaman orang yang aku baca di blognya, motlet ini adalah salah satu hal penting yang jadi pertimbangan lolos-tidaknya aplikasi kita. Untuk motivation letter dan biodata, aku ga begitu susah karena seperti yang kubilang di awal klo aku udah apply banyak beasiswa, jadi sudah ada masternya, tinggal edit-edit dikit sesuai kebutuhan aja. 

Setelah apply (mepet waktu deadline), minggu depannya aku diminta video call wawancara dengan pihak Dejavato. Mas yang nge-wawancara masih muda, jadi ya cukup santai suasana dan pembawaannya. Aku cukup pede krn aku ngerasa motivasi aku cukup oke: (1) untuk belajar kegiatan pengabdian di luar negeri krn aku suka mandek untuk cari tema pengabdian di kampus, (2) program yang aku ambil sesuai dengan background keilmuan, (3) lokasi pengabdiam punya geografi yang sama dengan tempat aku tinggal dan kerja sekarang, harapannya pengalaman nanti bisa cocok untuk dibawa dan diterapkan juga di Indonesia. Tambahan lainnnya ya karena aku pernah juga ikut kegiatan internasional (non-akademis / social media influencer) dengan peserta dari negara lain, dan emang sudah punya pengalaman jalan ke luar negeri sendiri (tanpa travel agent). Sekitar 1 minggu berikutnya, keluarlah pengumuman kalo aplikasiku diterima oleh pihak VYA Taiwan. 

Sebenernya, alasan lain aku ambil dan ikut program ini adalah karena tiket pesawat ke Taiwan ga mahal-mahal banget ternyata, sekitar 4jt PP. Ya, tiket pesawat dan transportasi lain dari rumah kita sampai tempat kegiatan di Taiwan (kegiatanku tepatnya di Taichung), harus kita bayar sendiri, termasuk persiapan dokumen imigrasi (paspor dsb). Tapi untungnya kegiatan yang aku ikuti, atau kebanyakan kegiatan yang ditawarkan VYA Taiwan adalah "partially funded". Mereka siap menanggung makan, tempat tinggal, peralatan untuk kegiatan, hingga asuransi kesehatan/keselamatan kerja selama kegiatan. Lain dari itu, pakai uang kita sendiri. 

Visa Taiwan

Saat video-meeting di minggu selanjutnya dengan ketua Dejavato, beliau bilang bahwa "ke Taiwan berarti harus disiapkan Visanya". Trus aku langsung panik, whattt??! emang ke Taiwan pake visaa??!! Ohemji, sempat cemas karena ini hal yg tak kuduga. Kukira Taiwan sudah bebas visa seperti Hongkong dan Macau.  Kan juga sudah banyak dan umum yak TKI kerja ke Taiwan, masa' ga ada kemudahan sik dari hasil hubungan bilateral ini. Kok kayanya kemaren-kemaren aku baca info klo WNI bisa bebas visa (or at least voa gitu). Sejujurnya sungguh ku tak sanggup kalo harus ngurus Visa ke Jakarta, ga sanggup di ongkosnya. Mana sudah pasti keluar uang ratusan ribu untuk bayarnya. 

Kuselamilah google mengenai info Visa Taiwan. Dan aku menemukan info yang membuatku tersenyum lebar. Untuk WNI yang pernah memiliki Visa dari beberapa negara, salah satunya Korea Selatan, dalam 10 tahun terakhir, bisa mengajukan Travel Authorization Certificate (TAC). Pengajuannya juga mudah krn cuma isi form online aja (ga perlu ke kedutaan di Jakarta). Selain visa negara lain tadi, syaratnya adalah harus ada bukti bawa visa tsb sudah pernah dipakai (bisa pake cap di visa atau lembar kertas izin tinggal gitu). Poin penting yang harus diisi adalah nomor visa, tanggal kadaluarsa visa, dan tanggal kedatang dan kepulangan dari Taiwan. TAC ini hanya berlaku selama 14 hari. Hari pertama mulai dihitung keesokannya setelah tiba di Taiwan. Jadi sebenernya totalnya adalah 15 hari. Dalam kasusku, aku berangkat tanggal 21 Agustus dari Jakarta (CGK), tiba di Taiwan (Taoyuan) tanggal 22 Agustus pagi, tiket pulangku tanggal 5 September. Pas 15 hari, karena aku ga mau rugi, hahaa.. . 

Kalau semua info di aplikasi sudah diisi, dan sudah pencet tombol submit, langsung jadi deh kertas TACnya. Gercep banget kan gaes. Tinggal di print di A4 (jangan lupa save pdf file dulu ya untuk jaga-jaga serepnya). Dan siap dibawa untuk ditunjukkan ke petugas bandara. 

Oya, untuk visa koreaku, kebetulan masih nempel di paspor lama yang sudah kadaluarsa. Tapi masih tetap bisa dipakai kok, dan harus dibawa untuk ditunjukkan saat check-in pesawat dan lewat imigrasi. 

Untuk cerita maskapai yang aku pake, akan aku tulis di post terpisah. 


Menyiapkan Barang Lainnya

Selain visa, hal lain yg perlu diperhatikan saat ke luar negeri adalah jenis lobang colokan. Sayangnya bentuk di Taiwan beda dengan Indonesia, jadi kita harus beli converter. Tapi entah apa karena harganya murah, converterku susah nyolok masuk, dan sempet kesel krn ga masuk tadi, ya listriknya ga bisa nyambung. Satu trik yg kucoba di hari terakhirku di Taiwan adalah, converternya di goyang-goyangin pas dicolok, biar dia dapet posisi yg pas di lobangnya. 

Barang lain yang diminta pihak penyelenggara untuk disiapkan adalah payung, kacamata hitam, sunblock, botol air minum, obat nyamuk (atuan gitu), detergent, sabun, shampo. Saat lihat info ini, aku baru tersadar kalo aku akan berangkat ke Taiwan saat musim panas. Oh no!. Aku selalu berfikir buat apa liburan musim panas ke luar negeri, toh di Indonesia kita juga udah sering kepanasan sampe kerontang dan kebakaram hutan. 

Botol aman, sunblock aman. Kacamata hitam bisa pinjem punya nyokap, walopun akhirnya jarang dipake krn aku sendiri udah pake kacamata minus. Autan juga udah disiapin tp ga jadi dipake karena kamar tidur kita ruang tertutup pake AC.  Untuk payung, tadinya kukira buat hujan (spt yg tertulis dari pihak penyelenggara). Tapi setelah sampai Taiwan, baru kusadari bahwa banyak banget orang pake payung anti UV. Dan aku bawanya payung transparan, cuma buat menghalau hujan saja. Walhasil payungnya ga kepake, krn cuma hujan 1 hari dan payungnya kutinggal di kamar 😂. 

Tambahan yang aku siapkan adalah setrika kecil. Aku berencana bawa koper kecil aja, krn takut terlalu heboh dan dikira mau liburan beneran klo bawa koper gede. Jadinya ga bisa bawa banyak pakaian ganti dan harus nyuci. Supaya pakaian tetap rapih dan jilbab selalu slay, pakaian yg sudah dijemur bakalan disetrika, kupikir gitu. 

Snack, indomie, mie gelas, sambal juga barang wajib bagi pelancong muslim saat ke luar negeri, untuk menjamin perut tetap terisi. Eh, aku jg sebenernya sempet bawa 1 sosis instant dan 1 bakso instant yg bungkus merah. Seharusnya sih produk olahan daging dari luar negeri ga boleh masuk Taiwan. Sempet deg-deg-an juga pas lewat clearance di TPE, dan udah siapin sandiwara pura-pura bego ga tau sama aturan tsb klo dicegat petugas. Tapi untungnya aku bisa aman lewat. Mungkin krn aku ga banyak bawanya, dan juga ketumpuk campur dgn seabrek barang dan snack lain di ransel. 


Belajar bahasa Mandarin

Memang klo dari aplikasi volunteer tidak diwajibkan bisa berbahasa Taiwan. Tapi, agar lebih mudah bersosialisasi dengan warga lokal dan untuk menjamin solo tripku nanti berjalan lancar, aku ngerasa kalo kemampuan bahasa negara setempat  juga diperlukan.

Aku beneran ga bisa sama sekali bahasa mandarin. Jadi, sejak dinyatakan diterima untuk program volunteer ini, aku berencana membiasakan telinga mendengar percakapan dalam bahasa mandarin dengan cara menonton drama Taiwan. Apalah yang gue tau kan cuma meteor garden yak (keliatan banget kan umurnya. Wkwkk), akhirnya aku coba nanya ke salah satu temen yang suka nonton drama chinese untuk minta rekomendasi dia. Dari situ, aku baru tau klo ternyata di Taiwan tuh pake bahasa mandarin. Hahah... Kirain kaya' Hongkong, kan beda yak bahasa mereka (sekarang jadinya hapal klo hongkong itu pake bahasa hokkien). Jadi karena yang aku pahami dari penjelasan temenku ini bahwa mandarin Taiwan dan China itu beda dialek, yaudah aku hajar aja nonton drama-drama china di youtube (biasa, gratisan). Dari situ, algoritma youtube ku mulai rekomendasiin banyak drama china yang ternyata bagus-bagus ceritanya~ Kayanya nanti bakal buat postingan khusus buat rekomendasi drama china deh.. 

Selain nontonin drmaa chinese, aku juga mulai aktif mencari info apapun berkaitan dengan Taiwan, salah satunya belajar bahasa mandarin untuk pemula. Hingga akhirnya algoritma IG mengantarkanku ke akun Taiwan Education Center Indonesia. Saat itu, mereka sedang buka kelas mandarin online khusus untuk pemula GRATIS! sesuai motoku "yg gratis ga boleh disia-siakan", akhirnya aku daftar, dan diterima. Total belajar 15 jam, 4 jam setiap hari minggu. Alhamdulillah, les mandarin ini sangat membantu aku untuk bisa menguasai 1 bahasa asing tambahan. Terlebih, kalo kamu selalu ikut (isi absen) kelas online dan nilai post test diatas 70, bisa dapat sertifikat!. Untungnya dobel banget ga tuh. 

Aku sempet ga nyangka kalo aku bakalan belajar dan bisa sedikit mandarin. Karena sebelumnya aku ga ada minat sama sekali dengan bahasa mandarin, terdengar aneh di telinga. Tapi pada akhirnya, aku berani untuk cobain sedikit kemampuan bahasa mandarinku saat komunikasi dengan penduduk setempat di Taiwan. Seneng~

-------


Nantikan cerita pengalaman kegiatan relawan pertamaku bersama rekan dari vietnam, thailand, dan jepang. 

Gimana aku survive dgn makanan halal / muslim friendly. 

Ini pengalamanku cobain Street Food di Taiwan. 

Dan rekomendasi destinasi wisata dengan transportasi umum. 

Komentar

Top post

Belajar Korea

Liburan Kulur-Kilir

Kost dekat Universitas Bengkulu (UNIB)