Turun dari bus, aku menyeberang dan berjalan ke meeting point yang ditunjuk di flyer guidance. Jalannya ga jauh dari bus stop, dan sepi. Asik suasananya. Setibanya di titik lokasi dan melihat bangunan yang serupa dengan yang aku lihat di street view google maps, aku mengetok pintu. Aku tidak ragu salah tempat setelah melihat ada 2 koper yang kutebak adalah koper milik peserta lainnya. Saat aku mau buka pintu, eh ternyata sudah ada yang narik pintu dari dalam. Seorang wanita menyambutku sambil nanya dan memastikan bahwa aku adalah peserta volunteer. Yang akhirnya baru aku tahu bahwa wanita ini adalah Jun, leader kami untuk 10 hari ke depan. Yang aku tangkep, Jun adalah kepala desa di Wuqi. Pengen sih nanya apa motivasinya jadi kepala desa, karena aku ga minat sama sekali dengan profesi begini, not my passion. Mana dia sibuk loh ngurusin komunitasnya, pasti capek. Tapi Jun kayanya bukan orang sembarang juga, dia cerita kalo dulu pernah ke Indonesia dan australia, kan gaul tuh. Tapi kok malah mau jadi kades ya? Kalo di Indonesia, berapa banget sih bayarannya jadi kades?. Kalo kupikir kayanya dia emang ada panggilan hati untuk majuin daerahnya dan mensejahterakan warganya.
Balik ke cerita, aku dipersilahkan masuk ke bangunan semacam kantor/balai desa gitu. Siang itu, sedang ada kegiatan warga desa yang kalo aku lihat sekilas adalah para lansia, di ruang utama. Aku dipersilahkan masuk ke ruang tengah, yang saat itu sudah ada seorang perempuan muda sedang duduk, yang aku tebak adalah peserta volunteer juga. Dia adalah Miang, dari Thailand, mahasiswa yang sedang kuliah di hongkong. Terlihat bahwa dia berasal dari keluarga yang well-off, cantik, terawat, ayu. Dia ikut volunteer ini karena sebagai syarat wajib asramanya. Aku memang pernah baca di internet bahwa di negara barat semacam Amerika memang mensyaratkan mahasiswa untuk ikut kegiatan volunteer, klo di indonesia semacam KKN gitu.
Saat menungu, ada mba-mba menghampiriku ‘dari Indonesia ya mba?’ tanyanya. ‘Iya’ kujawab. Dan ngobrolah kami sebentar pakai bahasa Indonesia, awalnya mba ini (duh, lupa deh aku nama mbanya, klo ga salah mba Lia) ngomong pake bahasa jawa, tapi kubilang ‘duh, maaf mba, saya ga bisa bahsa jawa’. Kejadian seperti ini sering saya temui saat berpapasan dengan WNI di Taiwan. Wkwkk.. Eh, tapi kalo ku perhati’in, di Wuqi ini banyak juga loh TKI, mungkin mereka kerja di industri pelabhuan gitu kali ya. Bahkan di Se7el pun aku lihat ada biskuit bambo yang enak itu, ada logo halalnya, BOGO pulak, nyesel ga beli karena ternyata ga ketemu di se7el lain. Hiks..
Balik lagi ke cerita teman volunteer, setelah sekitar 30 menit menunggu, datanglah 2 teman volunteer lainnya beserta 2 orang lokal Taiwan. Satu perempuan muda dari Jepang, Harune. And when she introduce herself, told her name and where she come from, I told her “I know you’re from Japan because of your name”, so obvious didn’t it. Moreover, the feature in her face and the way she speak is so Japanese. But she still quite surprise. Harune is really good in giving reaction when we told her something, so cute. Sifatnya yah tipikal orang Jepang pada umumnya, kalem tapi rajin. Harune juga masih mahasiswa. See.. aku sendiri yang paling tua di sini gaes, wkwkkk… but they are quite surprise when they heard Jun asked me “so, you’re a professor?” as written in the form she had. Eeehhh… “not professor yet, just lecturer”, I answered.
Satu volunteer lainnya adalah pria berusia 28 tahun, Max, dari Thailand juga. Jadi dia kadang suka speak Thai sama Miang. Max adalah orang yang bikin grup volunteer ini rame. dia bilang dia orangnya cuek, yah mungkin emang karena udah lebih tua dari yag laen, jadi hidupnya udah punya pegangan prinsip gitu. Max ini kerja di Australi. Kayanya dia emang hobi jalan-jalan, karena beberapa hari kemudian dia bilang “I think everyone in here is like travelling, like I do. I also saw it on your instagram as well (instagram gue maksudnya)”. Emang sih, bagi kami, volunteer itu cuma modus aja, tujuan sebenernya adalah jalan-jalan ke Taiwan. Wkwwkk.. Oh iya, Max bilang bahwa dia ngelihat aku di dalam bus tadi. Ga susah buat recognize a person who looks different with the locals, right? Gua yang perawakan ASEAN dengan hijab ini. Tapi dia agak ragu mau negor, ceunah. Dan dia bilang klo dia bingung kenapa aku turun duluan dari bus tadi, padahal google map dia nunjukin kalo pemberhentian masih jauh. Trus dia cuek aja, ngira kalo aku yang salah tempat berhenti. Eh ternyata malah aku yang sampe duluan di community center ini karena dia nyasar, malah dia yang kejauhan berhenti, jadinya dijemputin sama Eric. hahaha..
Eric adalah co-leader kami. Dia lebih banyak bantu komunikasi sebagai translator Jun, karena inggrisnya lebih bagus. Kalo ga salah usianya 23 tahun, masih mahasiswa juga. Jadi dia apply program ini untuk kaya’ nyari uang tambahan gitu. Locals satu lagi adalah Monica, masih muda juga, anaknya Jun. Jun pernah cerita klo adek ini tuh baru pindah lokasi sekolahnya, ga tau dah apa maksudnya doi baru masuk SMA atau Diploma, atau emang udah mahasiswa. Selain adek ini, ada juga temennya, Q-zi (gini apa ya tulisannya… soalnya mereka pake nama cina yang di-inggris-in gitu), yang kalo kutebak mereka seumuran. Tapi sayangnya mereka berdua ini clue-less sama bahasa inggris. Waduh parah sih menurutku. Karena ga bisa bahasa inggris, jadi mereka berdua ga berani inisiatif ngajak ngobrol kami. Gue yang pernah coba nanya mereka pake kemampuan mandarin gue yang limited ini, merekapun susah nangkapnya. Hahah.. Jadi gue juga bingung mau ngajak ngobrol apa sama mereka. Yang rajin ngajak ngobrol merela adalah Miang dan Mi, yang bisa dan paham dikit mandarin.
Setelah ketemu dan kenalan bentar, kami diajak keliling desa. Berdasarkan cerita Jun, Wuqi ini dulunya adalah desa nelayan. Ekonomi bergerak dari aktivitas nangkap dan jual-beli ikan dan hasil laut lainnya. Tapi karena perkembangan zaman sekarang, dan tingginya arus migrasi, Wuqi sudah mulai jadi desa yang sepi.
Lanjut, kami diajak jalan ke salah satu kuil. Katanya tiap kuil itu punya dewa yang beda-beda. Kuil ini melindungi penduduk desa dari bahaya lautan. Kurang lebih gitulah yang gue tangkep. Gue masuk keliling kuil dong, kapan lagi harus masuk kuil begini. Hehe.. Sebagai tempat peribadatan, kuil ini punya banyak ornamen ragam hias dengan detail yang rame, menunjukkan hirarki bangunan yang tinggi. Di dalam patungnya juga banyak. Malah ada patung yang punya rambut dan latanya tiap tahun rambutnya tambah panjang. Gue yang agamanya tauhid gini lumayan serem sih sama syirik jadinya.
Trus kita juga ke semacam galeri/experience gitu, bangunan Jepang. Di sini juga bisa coba pakai kimono buat foto dengan nuansa je-jepang-an, seolah sedang di Jepang gitu. Bangunan ini adalah peninggalan penjajahan dulu. Jadi gaes, Taiwan ini juga kena jajah Jepang. Banyak loh bangunan peninggalan Jepang yang dijadikan destinasi wisata di Taiwan. Peliknya politik dalam negeri Cina dan lepasnya Taiwan dari jajahan Jepang atas bantuan blok barat, kayanya buat Taiwan ga mau gabung ke RRC. Kadang gue juga ngerasa kok kuat banget ya budaya Jepang yang masih dijaga di Taiwan ini, kaya’ mereka lebih bangga sebagai negara yang pernah bareng Jepang, daripada menyebut diri mereka sebagai bangsa Cina. Kan kelihatan tuh dari bentuk bangunannya sekarang, yang mirip dengan nuansa bangunan di Jepang, seperti yang gue bilang di postingan sebelumnya.
Setelah itu, kita lanjut ke toko roti. Katanya ini salah satu toko roti tertua di Wuqi, sejak tahun 1512. Roti khas yang terkenal bentuknya seperti sabit. Tapi isinya daging (mungkin daging babi). Aku ga nyicip. Tau diri juga sih sebagai muslim ga bisa bebas makan ini itu di negara minoritas islam. Aku bilang ke Eric (yang diterusin juga infonya ke Jun) bahwa aku ga bisa makan daging bukan cuma babi, tapi sapi dan ayam juga (setelah aku cari tahun di internet, lebih banyak ulama berpendapat bahwa ayam atau sapi itu harus disembelih oleh ahli kitab, untuk memastikan bahwa hewan itu bukan untuk sesembahan). I decided to be a vegetarian for next 10 days, tapi masih makan ikan / seafood dan telur sih. Jadinya aku dikasih mooncake, salah satu kue Taiwan yang terkenal juga. Jun bilang kalo mooncake itu isiannya bukan daging, cocok untuk vegetarian. Tapi fyi, aku pernah baca blog orang, dan tau dikit tentang resep kue, bahwa jenis kue pastry ini buatnya pakai lemak, yang ada kemungkinan lemak hewani untuk buat lapisan rotinya. So, please becarefull for my muslim friend.
Tempat tujuan akhir adalah toko buku (yang katanya punya Jun). Toko ini berdiri di bangunan lama yang telah direnovasi (semacam adaptive reuse gitu).Ciri khas bangunan lama cina, ada innercourtnya. Tapi di toko ini, innercourt sudah dibuat tertutup sih. Tapi interior tokonya asik, bagus, nyentrik estetik gitu. Di sini kita nulis kata-kata yang mau disampaikan untuk nanti dibuat semacam video wawancara perkenalan gitu. Ya, gue sih formal aja bilangnya makasih sudah diterima untuk datang ke sini, volunteer ini untuk kegiatan syarat pengadian di kampus, selesai program mau jalan-jalan lihat kota-kota di Taiwan. Ga ada yang spesial, mana gue disuruh pertama maju pulak. Ga bisa nolak, karena ga boleh malu-malu, nanti malu-maluin Indonesia. Hehe…
Selesai dari toko buku, program jalan-jalan sore itu dinyatakan selesai. Kami dikasih masing-masing 100ntd untuk jajan di night market dekat kuil. Sebelum ke kuil, kita sempet mampir ke SEA-Mart, toko yang menjual produk ASEAN. Banyak juga produk Indonesia. Biskuit nabati rasa keju tuh mendunia yah.. Keberadaan supermarket ASEAN ini cukup menunjukkan bahwa di daerah ini banyak juga pekerja dari ASEAN, salah satunya Indonesia.
Setibanya di kuil, 3 temen ini ngerasa pilihan makanan kurang variatif dan ga terlalu menarik. Yang aku lihat ada jamur goreng yang bisa dimakan untuk muslim. Tapi karena ga ada yang beli, gue juga jadinya ga ikutan beli. Dalam hati, lumayan bisa dapet tambahan duit kalo dihemat. Hahah.. mereka bertiga memutuskan untuk makan di salah satu restoran jepang di dekat kuil. Karena gue bingung nantinya harus pesan makan apa, ga ngerti halalnya gimana, jadilah gue pamit ke mereka untuk pulang duluan aja sendirian ke community center. Kan gue udah ada beli nasi ayam goreng halal tadi. Makan yang itu ajalah. Pas tiba di community center, sempet bingung juga gimana mau masuk, karena ada anjing yang jaga dan sibuk gonggong. Lumayan lama di luar, untung ada pegawai yang bukain pintu dari dalem. Lanjutlah gue sholat setelah numpang ambil wudhu di toilet, trus makan. (Review makanannya di postingan terpisah ya gaes).
30 menit setelah makan, datanglah rombongan 3 teman volunteer tadi. Ga lama, kita diajak cabut ke tempat tinggal kita untuk 10 hari ke depan. Oh, kukira tadinya kita bakalan tidur di balai desa ini. Ternyata kita dibawa ke kantor Jun yang lain. Ga jauh, paling cuma 5 menit naik mobil. Tempatnya ruko gitu. Kita tidur di lantai 2, kamar bagian depan (yang cewe-cewe ngumpul semua karena ruangnnya besar, jadi cukup untuk ber-8). Di bagian tengah lantai 2, ada kamar mandi yang terpisah antara area shower dan toilet, jadinya lumayan aman, ga rebutan kamar mandi. Di bagian belakang ada satu kamar kecil yang ditempati oleh max dan eric. Oh iya, kita tidak disediakan kasur, tidur di lantai. Untungnyaaa gue udah browsing dan siapin kasur angin/tiup, aman badan gede ini ga sakit tidur di permukaan keras. Di flyer memang kita diminta untuk bawa sleeping bag masing-masing, tapi kan tetep yak ga seberapa tebelnya sleeping bag, masih berasa tipis. Selimut macam bed cover disediain, lumayan untuk alas kasur tadi. Ada juga yoga mat yang boleh dipinjem. Iya, kamar ini multifungsi, dijadiin sebagai tempat Yoga setiap hari selasa dan jumat. Jadi kami harus beres-beres packing barang ngosongin kamar setiap paginya di hari tersebut. Seru juga sik. Hahaha…
Malam itu, datang lagi 2 temen volunteer dari Vietnam. Mereka kemaleman karena katanya nyasar. Waduh. 1 orang Vietnam bernama Mi, yang ternyata dia ini baru mau kulaih, how young! Anaknya kelihatan anak baek-baek juga. Dia ngajakin ngobrol, bilang kalo dulu pernah ikut volunteer di Thailand, dan ada orang Indonesia juga pesertanya, cewe’ pake hijab. Dia bilang kalo dari pengalam itu, dia tahu bahwa orang islam itu harus sholat tiap harinya. Denger dia bilang gini, agak lega sih karena gue ga perlu bingung untuk sholat di kamar. Hehee.. Tapi dia bilang kalo sebagai orang vietnam, di negaranya ga begitu terikat dengan agama, jadi mungkin buat dia fascinating a bit ngelihat orang yang practice their religion.
Temen Vietnam satu lagi Mei, orangnya lebih aktif. Jadi kadang kami biarin dia untuk mimpin dan ambil keputusan apa aja tentang kegiatan kami, karena kami nih pada males, bingung, ga paham, mager gitu selama kegiatan. Hahaha. Aku ga terlalu banyak ngajak ngobrol dengan Mei, karena dia kelihatan bete selama program, jadi takut. Kayanya style dan energi kami juga beda, ga terlalu cucok. Tapi klo diperhatiin, dia ini orangnya baek juga, yang pasti mau kerja, showed she’s responsible enough.
Selesai cerita pengantarnya. Malam sebelum mandi dan sholat malam, kita sempet briefing sebentar untuk bahas rencana kegiatan 9 hari ke-depan. So excited to start my first international volunteering experience in Taiwan. Yeay~
0 Comments