Hattrick Korea
Day-3
Karena ini adalah udah kesekian kalinya gue ke korea, jadi gue putusin buat banyakan ngider-ngider di luar Seoul. Kalo kemaren udah ke arah atasnya Seoul (Chuncheon), sekarang giliran ke arah selatannya Seoul, dan gue memilih Jeonju.
Keluar
dari subway, ambil exit 5, dan kalian akan berada di persimpangan jalan yang
ada pager batunya, ambilah jalan ke arah kiri kalian. Ga lama, pintu masuk
terminal akan terlihat. Pas mau beli tiket di terminal bus, gue ga nemuin
tulisan Jeonju. Jadinya gue ke loket informasi, trus bilang “Jeonju” ke
petugasnya, sambil nunjukkin 3 jari, yang menanandakan bahwa buat bertiga
(Bahasa isyarat lebih mudah). Tiket satu orangnya seharga 12.700 won. Saat itu,
kita cuma perlu nunggu sekitar 20 menit sebelum bus berangkat. Sambil nunggu,
boleh ke WC, dan gue sempet jajan. Ini nih, terminal bus di sini ada toko-toko
jualannya juga. Gue sempet tertarik mau beli kue isi kacang gitu. Tapi ternyata
ada Odeng! Beli doooonnggg mumpung cuma 700 won aja (walopun ga begitu gede).
Tapi kayanya gue melakukan kesalahan. Jadi, niatnya kan gue mau bawa tuh odeng
satu tusuk, beserta gelas kertas yang udah diisiin kuah sama ahjumma-nya, buat
foto di deket bus yang sedang parkir gitu. Nah selesai makan, tusuk bekas odengnya
gue buang ke kotak sampah. Beberapa hari kemudian, saat gue beli odeng juga,
baru nyadar, tuh tusuk odeng harusnya dikembaliin ke penjualnya, biar mereka
bisa pake lagi. Kan lumayan tuh tusuknya tebel, jadi bisa dipake berulang2.
(trus inget 2 tahun lalu gue beli odeng dan minta dibungkus, tusukannya ga
diikutsertakan sama si ahjuma di dalem plastic gue). Pantesan gue ngerasa orang
kaya’ merhatiin (kaya’nya loh ya…). Mungkin juga mereka merhatiin karena di
sini ga biasa dimampiri turis apalagi turis berjilbab.
Oke,
ga lama Odeng habis, sekitar 5 menit sebelum jam 10.00, gue mulai masuk ke
dalam bus. Di tiket kita juga udah ditulis nomor tempat duduknya. Bus pun mulai
berangkat TEPAT pukul 10.00 (disiplin waktunya korea dan negara asia timur yang
terkenal itu…)
Tapi
seperti biasa, orang tua beser, jadinya mampir ke toilet dulu. Sambil nunggu
gue duduk-duduk, dan ahjumma-ahjumma
yang duduk-duduk juga dengan ramahnya menyapa nanyain dari mana asal gue dengan
senyumnya dan Bahasa korea. Karena yang itu gue ngerti, gue jawablah. Eh
kemudian dia lanjut nyerocos ngajak ngobrol lagi pake Bahasa korea. Dan gue
bilang “한국어 모르겠어요”. Tak lama bonyok gue selesai urusan,
dan kita mulai menjelajahi Jeonju Hanok Village.
Di area Eojin-gil siang itu, kondisi ga cukup rame. Ada bangunan hanok yang terbuka, entah ini museum atau tempat workshop gitu, ga ada informasi dalam Bahasa inggrisnya, kita numpang foto-foto di situ. Lanjut lagi jalan, entah kenapa hanok di sini ga se-pleasure waktu gue ke bukchon kemaren, mungkin karena ini bukanlah yang pertama. Dan juga terdapat beberapa bangunan bukan hanok. Makin jauh jalan masuk ke dalam, mulai terlihat pagar korea, dan ternyata ini adalah pagar kuil gyeonggicheon. Tadinya gue berencana masuk, tapi bingung dimana loket tiketnya. Yaudah jadinya jalan menyusuri pinggiran tembok pagar kuil tsb. Di sekitaran kuil ini, banyak banget turis yang mengenakan hanbok, pakaian tradisional korea, lengkap dengan topi ala ibu pejabatnya. Nyokap gue mupeng. Trus kita mampir ke salah satu toko yang menyewakan hanbok. Masih, ga ada informasi dalam Bahasa inggris, jadinya cuma tebak-tebak aja. Nanya sama yang jagain tokonya, mereka ga terlalu bisa Bahasa inggris, dan berkomunikasi dengan Bahasa isyarat. 1 jam-nya seharga 12.000 won. Ebuset, mahal beuts… mau nawar juga gimana. Mungkin di sini mahal karena emang bajunya yang bagus-bagus. Maunya sih yang goceng-an aja walopun bajunya biasa, tapi udah diminta yang murah, mereka bilang ga ada. Pupuslah sudah harapan nyokap gue buat mengenakan hanbok. Kasian….
Berjalanlah
kita meninggalkan kuil dan katedral menelusuri jalan Taejo-ro yang banyaaakkkk
banget pertokoan dan berbagai bangunan hanok. Kalo gue bilang sih, area inilah
yang merupakan area atraksi utama yang namanya Jeonju Hanok Village itu!
Setelah jalan sambil jepret diri dengan latar hanok, tibalah di perempatan
jalan yang juga memiliki bangunan hanok yang meriah. Berdasarkan peta, saat itu
kita harus berbelok ke arah Eunhaeng-ro. Di area Eunhaeng-ro ini, banyak juga
pertokoan dengan bangunan hanok. Malah ada toko kosmetik etude dengan tulisan
Hangeul! (jarang banget gue ngelihat ini, biasanya tulisan romawi). Pedestrian
di area Eunhaeng-ro ini juga sudah ditata menjadi lebih rapi, sehingga enak,
nyaman, dan unik untuk digunakan berjalan kaki. Tak lama, tibalah kami di
persimpangan lagi. Nah, di sini, kami mulai kebingungan menetukan mau masuk ke
restoran yang mana. Kayanya di sini banyak ngumpul restoran, tapi karena jam
sudah menunjukkan pukul 2 siang lewat, restorannya udah pada sepi. Jadi bingung
lagi mau nerapin “restoran yang rame adalah
restoran yang makanannya enak”, jadinya harus lihat menu yang ada di luar
restoran satu-persatu untuk memastikan bahwa ga ada dweji-nya. Akhirnya gue
putuskan untuk masuk ke salah satu restoran di sudut jalan, dengan bangunan
modern (bukan hanok) bercat putih dan memiliki dinding kaca yang gede.
Pertimbangannya karena restoran ini ga banyak menyediakan menu, dan ga ada menu
dweji-nya, dan yang pasti ada menu koknamul guk nya!
Saat
itu, para ahjumma restoran sudah
sedang asik-asikan santai-santai ngobrol-ngobrol sambil metik sayur. Dan kita
menjadi satu-satunya pelanggan di dalam restoran *jadi timbul perasaan ragu,
kira-kira makanan di restoran ini enak ga ya?. Kitapun memesan 1 Kongnamul Gukbab
seperti yang disarankan turis Malaysia tadi, dan satu Jeonju Bibimbab, hidangan
terkenal khas Jeonju, tapi gue minta disingkirin dagingnya, walopun pelayannya
bilang kalo itu daging sapi, tetep gue keukeuh
ke dia “고기를 노지마세요”. Tak lama, menu kita dataaannggg…
yeaaiiyyy… kelihatannya sih ga banyak, jadinya gue minta nambah satu mangkok
nasi. Dan untungnya saat itu, walopun kita bertiga, ahjumma-nya ga maksa dan ga nanya banyak tentang ‘kita yang bertiga
kenapa cuma pesan 2 menu’ pas kita pesen tadi. Menurut gue sih, rasa makanannya
biasa aja. Ga begitu enak. Banchannya juga ga banyak. Tapiiii… lalapan toge
yang ada air kobokan (*kata bokap gue) itu emang terasa segeeerrrr enak, terasa
alami. Di sini juga ada wifinya loh. Harganya juga yah standar begitulah, 6.000
won untuk satu kognamul beserta nasi di dalamnya, dan 8.000 won untuk satu
bibimbab yang juga sudah pasti ada nasi di dalamnya. Kayanya di sini nasinya
gratis(?), padahal gue udah bilang ke pelayannya kalo “밥하나도” waktu bayar.
Lanjut
perjalanan sisa menuju Seoul, dengan pemandangan sunset yang menurut gue
lumayan lebih lama daripada sunset di Indonesia. Sebenernya gue punya rencana
buat mampir ke sungai Han malem ini, mumpung kita stop di Seoul Express Bus
Terminal yang letaknya ga berjauhan. Tapi saat tu, sudah menunjukkan hampir
pukul 8 malam, saat bus memasuki area Express Bus Terminal. Begitu turun dari
bus, buru-buru gue jalan mengikuti petunjuk ke arah stasiun subway, buat menuju
exit 8. Di kereta waktu mau ke gapyeong kemaren, sempet ngobrol-ngobrol sama
orang Indonesia. Mereka cerita kalo malam sebelumnya mereka mampir ke banpo
hangang park ini buat ngelihat rainbow fountainnya yang bagus. Trus mereka ke sana
sekitar jam 8an, tapi ga lama. Nah, jadinya gue cemas takut pertunjukkan
rainbow fountainnya keburu udahan. Tapi sayangnya, jalan dari terminal menuju
area stasiun subway nya itu JAUH, menges inces. Setelah memasuki area stasiun
subway, langusng keluar lagi nyari pintu exit 8, lebih tepatnya pintu exit 8-1.
Setelah melalui area stasiun, menuju exit 8-1 yang jauh itu, kita melewati
pertokoan yang menggoda mata gue, toko pakaian. Tapi apa daya, karena buru-buru
ngejer waktu, Cuma lihat-lihat sepintas sambil jalan cepet aja. Hingga kita
keluar juga. Diluar sini ternyata banyak banget pertokoan. Menurut gue area ini
ga kalah menarik sama area Gangnam buat belanja. Apalagi kalo kalian emang
berencana mau ke banpo hangang park, bisa banget mampir ke sini, sisihin waktu
sekitar 2 jam buat keluar masuk toko dan liat-liat baju. Namun sayang, entah
kenapa gue ga banyak nemu bacaan kalo di area express bus terminal ini adalah
area yang banyak pertokoan buat belanja jadinya gue ga ada planning dan nyisain
waktu banyak di sini.
Keluar
dari terowongan ini……. Waalllaaaahhhhh….. terlihat di kejauhan taman yang
luas dan gedung dengan lampu warna-warni mengapung di atas air, sungai han. Malam
itu, banyak banget muda mudi yang beraktivitas di area ini. Kebanyakan mereka
nge-dance dan skate board. Semakin mendekati jembatan dan pinggiran sungai han,
terdengar musik yang sedang memutar lagu-lagu kpop. Ternyata pertunjukan rainbow fountainnya udah MULAI! kita
harus nyeberang jalan karena pertunjukan rainbow
fountain di sisi sebaliknya dari jembatan banpo ini. Waaahhhh…. Terharu gue
akhirnya bisa nemuin air yang mancur dari pinggiran jembatan ini, salah satu
wishlist Korea destination gue bertahun-tahun lalu. Mengingat jauhnya
perjalanan, jerih payah, pegelnya kaki gue, gue pun ga mau rugi, jadinya kita
lama-lama di sini, jepret sana-jepret sini, ga kalah sama orang-orang yang
terlihat seperti fotografer lengkap dengan kamera dan tripod mereka membidik rainbow fountain tsb. Lumayan nih,
kemaren ga jadi naik cruise yang
mahal itu di Yeouido, tapi keinginan melihat rainbow fountain terwujud. Tapi ya, sebenarnya dan sejujurnya, warna
rainbownya ga semeriah yang kalo liat
di foto, jadi ga sampe dan ga sesuai ekspektasi. Haha… kalo kalian mau dapet
foto yang kelihatan banget warna-warni air mancur yang di dapat dari lampu
sorotnya, mendekatlah semampunya ke jembatan, atau resep gue, deketin aja tuh
fotografer-fotografer yang nongkrong di situ, pasti itu adalah bestspot for the best angle. hehe…
Karena ini adalah udah kesekian kalinya gue ke korea, jadi gue putusin buat banyakan ngider-ngider di luar Seoul. Kalo kemaren udah ke arah atasnya Seoul (Chuncheon), sekarang giliran ke arah selatannya Seoul, dan gue memilih Jeonju.
Nambu
Bus Terminal
Jeonju
adalah salah satu kota dan destinasi wisata korea selatan yang masuk ke whishlist gue, namun belum sempet gue
kunjungi karena letaknya lumayan jauh dari Seoul, dan juga pake ongkos yang ga
begitu murah. Setelah baca-baca cari info sana-sini, maka gue putuskan untuk ke
Jeonju naek bus dari Terminal Bus Nambu. Umumnya wisatawan ke luar kota seoul
pada naek bus dari Terminal Bus Seoul Express Bus, tapi ternyata sodara-sodara,
kalo dari Nambu ini, harga tiket busnya beda (lumayan selisih harganya bisa
buat jajan), tapi kualitas busnya ga jauh beda kok, nyaman-nyaman aja. Cuma
memang, terminal bus yang di Nambu ini ala kadarnya, ga semeriah terminal bus
Seoul Express. Tapi kan jadinya ngerasa bahwa korea selatan tidaklah segemerlap
itu, lebih terasa lokalitasnya. Nambu bus terminal juga cuma beda 2
pemberhentian kalo naek subway line 3 (orange), ga begitu jauh jaraknya.
Tiket bus Nambu (seoul) - Jeonju |
Nambu bus termiinal paltform, while eating odeng. |
Jeonju
Sekitar
3 jam perjalanan, pemandangan di sisi jalan tol, yaaahhh… gitu. Hampir mirip
kaya’ pemandangan Jakarta-Bandung. Beberapa kali ngelewatin sawah, sungai, dan bukit.
Sempet juga ada macet karena perbaikan jalan, tapi untungnya ga panjang dan ga
parah. Di tengah perjalanan, kita mampir ke salah satu rest area. Saat itu gue beli kue walnut yang pengen gue beli tadi
di terminal nambu. Harganya 3.000 won satu bungkus, sekitar 10 biji (lupa). Di rest
area ini ga lama. Cuma 10 menit, TEPAT. Jadi jangan sampe ketinggalan yah. Bus lanjut
berjalan, sambil nyemil kue walnut ini, enak masih hangat dan manis. Tapi lama-lama
ngantuk juga, hingga akhirnya pemandanganpun berubah menjadi daerah pinggiran
kota, kemudian bangunan yang mengisi sisi kiri dan kanan jalan. Udah sampe
yeaiy di Jeonju.
Turun
dari bus, keluar terminal, mulailah kebingungan. Jeng jeeeennngggg… ga tau harus jalan ke mana. Alhamdulillah di
ujung jalan (keluar terminal, ke kanan) ada taksi antri. Rencananya siang ini
kita mau mampir dulu ke masjid buat sholat. Gue udah cari info, katanya ada
masjid di Jeonju sini. Sebelum masuk taksi, gue ngomong ke supirnya alamat
masjid yang udah gue dapet. Tapi DITOLAK! Dia nyuruh ke taksi lain atau yang
belakang aja. Entah kenapa karena tuh ahjussi
ngomong pake Bahasa korea. Yaudah, walopun agak bingung dan ragu, balik nanya
lagi ke taksi yang lain, sambil liatin kopelan alamat. Eeehhhh tapiiii…
sopirnya malah bilang pake Bahasa korea yang kalo gue artiin bahwa matanya udah
ga bisa lihat jelas. WADUH. Males banget kalo nanya ke taksi lain trus ditolak
lagi, nanti dapet piring cantik.
Jadinya
balik ke terminal buat numpang wifi, mastiin alamat detail dan rinci lokasi
masjid Jeonju. Karena info yang dicari ya gitu-gitu aja, tidak menemukan tiitk
terang, dan udah 1 jam sejak tiba, akhirnya diputuskan untuk jalan aja entah
kemana nanti arahnya dibawa oleh jalan. Semakin jauh jalan (kali ini keluar
terminal, ke kiri), kita menemukan persimpangan yang besar. Dan sepetinya juga
gue sudah menemukan posisi dimana saat itu kita berada kalo di peta (ini
susahnya pake hp jadul yang gps-nya ga bisa diandelin). Trus jalanlah menuju
halte bus. Harapannya sih supaya ada orang, penduduk setempat, yang bisa
ditanyain. Tapi kok selain sepi, kaya’nya ga ada orang yang bisa ditanyain.
Mungkin karena capek dan mulai kesel, akhirnya bokap gue iseng nanyai haraboji yang sedari tadi berdiri di
depan deretan toko dekat halte. Eh ternyata haraboji
ini BISA Bahasa Inggris. Malah bokap gue kalah, pinteran nih haraboji inggrisnya. Wkwkwk… Kemudian
gue lah yang aktif berkomunikasi dengan haraboji
tersebut. Kita nunjukin lokasi masjid hasil screenshot dari google maps. Lokasi
yang ditunjukkan tertulis “시청”. “city
hall?” tanya haraboji memastikan. Oooohhh… baru tau gue kalo sicheong itu
adalah city hall. Dengan baik
hatinya, haraboji menawarkan bantuannya untuk menemani kami menuju city hall dengan bus. Uuwaaahhh
yeaaaiiyyy gue seneng banget naik bus lokal. Hihihi… ternyata emang ga jauh kok
lokasinya. Kita stop di daerah kaya’ pasar gitu. Sebenarnya, gue emang pernah cari
rute bus sebelumnya untuk menuju sichon dari terminal bus, berhentinya nanti di
area 시장/pasar. Wah bener nih pikir gue, alhamdulillah… kalo di peta,
jarak pasar sama city hall sih ga
jauh, tapi gue ngerasa jalannya lumayan jauh, mana haraboji jalannya ngebut lagi, nyokap sampe ketinggalan jauh di
belakang. Sambil jalan, haraboji nanya,
ngapain mau ke city hall? Gue bilang
“katanya di deket sana ada muslim praying
room”. Gue lupa deh, kalo ga salah haraboji
juga cerita bahwa dia pernah ke Indonesia/negara asean lain (lupa), puluhan
tahun lalu. Setelah melewati pasar, nyebrang jalan, jalan kecil di pinggir
gedung gede, gereja, tibalah di bangunan yang banyak tiang bendera dan ada
taman rerumputan di depannya. Di depan pintu masuk, haraboji pamitan. Aduuuhhh…
ini haraboji baek banget, gue ga tau
lagi harus gimana berterimakasih sama beliau. Tadinya bokap gue mau ngajak
foto bareng, tapi harabojinya nolak, dan nyuruh kita masuk aja ke city hall.
Jeonju
City Hall
Di
dalem city hall, gue menghampiri meja
informasi. Di sini banyak banget peta-peta yang berguna untuk petunjuk jalan
selama berkunjung ke Jeonju. Lumayan. Kemudian gue mulai nanya tentang Masjid
Abu Bakr Jeonju ke Agassi yang jagain
meja informasi. Agak susah dia ngelafalin alphabet ini, sambil ngandelin
komputernya dengan mesin pencari yang bertuliskan hangeul semua. Trus dia bilang
“speak Korean?”, “no..” jawab gue. Dia lalu nelpon, dan
nyuruh gue buat nuggu sebentar. Tak lama, 3 orang datang menghampiri. Ternyata
3 orang ini membantu mencarikan tempat tersebut, sembari membantu
menterjemahkan Bahasa inggrisnya. Merekapun sibuk mencari informasi dengan
gadget masing-masing. Hingga akhirnya, salah satu Agassi cantik dan stylish
bilang ke gue bahwa temennya yang cowok ini yang akan bantu nganterin gue ke
lokasi/tempat tersebut. Kemudian, kami berjalan menyusuri jalan yang di sisinya
terdapat gedung-gedung tinggi perkantoran. Sekitar 15 menit berjalan, 300 m kemudian,
kami tak kunjung menemukan bangunan tsb. Mungkin namja ini juga ga begitu tau bentuk masjid itu seperti apa. Gue
juga dari tadi mencoba celingak-celinguk, tapi ga nemu bentuk menyerupai
masjid. Sambil jalan lihat gps, namja
ini coba nelpon nomor yang dia dapet. Trus namja
ini bilang, “I’ve tried calling their
telephone number, but they didn’t answer. Do you know their working hour or maybe
they’re already moved?”. Lah, kan gue bingung, masa’ masjid tutup? “hmmm… I’m not sure. What I read on the internet,
they said that this mosque is not that far from Jeonju Hanok Maeul” jawab
gue. Karena tak kunjung menemukan titik terang, gue juga mulai ngelihat bahwa namja ini juga kehabisan akal, dia
bilang “where’re you from? do you stay in
here?”, “I’m just coming from Seoul,
and will back to seoul in the afternoon”. “Is there other place you want to visit in Jeonju besides this mosque?”,
“Jeonju hanok maeul”. Kemudian dia
nyaranin, “I think it’s better for you to
visit Jeonju Hanok maeul first, then you’ll find tourist information center
there, so you can ask them for help to finding this mosque. Is that okay?”,
“well, okay. no problem”. Yaudahlah ya,
gue udah kasian sama namja ini. “do you
need my help to call the taxi?”, tawarnya. “yes please…”, daripada gue ditolak lagi sama ahjussi taxi.
Jeonju
Hanok Village
Menjelang siang itu, kita di turunin ahjussi taxi di area sudut utara Jeonju hanok village deket parkiran yang ada tourist information center-nya. Saat gue menghampiri dan bertanya “nearest mosque for muslim praying”, dengan sigapnya mereka mencari dan kemudian memberikan informasi serta kopelan bahwa masjid bisa ditempuh dengan taxi berjarak +/- 4km dengan argo sekitar 5.000 won. Tapi karena kita udah capek sedari tadi nyari masjid, dan yang ditunjukin tetep masjid yang jauh, jadinya kita tunda sementara jadwal sholatnya, dan beralih untuk menjelajahi Jeonju Hanok Village terlebih dahulu.
Menjelang siang itu, kita di turunin ahjussi taxi di area sudut utara Jeonju hanok village deket parkiran yang ada tourist information center-nya. Saat gue menghampiri dan bertanya “nearest mosque for muslim praying”, dengan sigapnya mereka mencari dan kemudian memberikan informasi serta kopelan bahwa masjid bisa ditempuh dengan taxi berjarak +/- 4km dengan argo sekitar 5.000 won. Tapi karena kita udah capek sedari tadi nyari masjid, dan yang ditunjukin tetep masjid yang jauh, jadinya kita tunda sementara jadwal sholatnya, dan beralih untuk menjelajahi Jeonju Hanok Village terlebih dahulu.
Eojin-gil, Jeonju Hanok Village |
Di area Eojin-gil siang itu, kondisi ga cukup rame. Ada bangunan hanok yang terbuka, entah ini museum atau tempat workshop gitu, ga ada informasi dalam Bahasa inggrisnya, kita numpang foto-foto di situ. Lanjut lagi jalan, entah kenapa hanok di sini ga se-pleasure waktu gue ke bukchon kemaren, mungkin karena ini bukanlah yang pertama. Dan juga terdapat beberapa bangunan bukan hanok. Makin jauh jalan masuk ke dalam, mulai terlihat pagar korea, dan ternyata ini adalah pagar kuil gyeonggicheon. Tadinya gue berencana masuk, tapi bingung dimana loket tiketnya. Yaudah jadinya jalan menyusuri pinggiran tembok pagar kuil tsb. Di sekitaran kuil ini, banyak banget turis yang mengenakan hanbok, pakaian tradisional korea, lengkap dengan topi ala ibu pejabatnya. Nyokap gue mupeng. Trus kita mampir ke salah satu toko yang menyewakan hanbok. Masih, ga ada informasi dalam Bahasa inggris, jadinya cuma tebak-tebak aja. Nanya sama yang jagain tokonya, mereka ga terlalu bisa Bahasa inggris, dan berkomunikasi dengan Bahasa isyarat. 1 jam-nya seharga 12.000 won. Ebuset, mahal beuts… mau nawar juga gimana. Mungkin di sini mahal karena emang bajunya yang bagus-bagus. Maunya sih yang goceng-an aja walopun bajunya biasa, tapi udah diminta yang murah, mereka bilang ga ada. Pupuslah sudah harapan nyokap gue buat mengenakan hanbok. Kasian….
Gagal
nyewa hanbok, kita lanjut jalan, dan tiba di jalan yang ramai. Ternyata ini
adalah bagian depan kuil Gyeonggijeon. Tadinya gue mau masuk, tapi bonyok gue
pada ga mau. Yaudah deh, kita cuma foto-foto di depan gerbang kuil, sambil
lihat-lihat toko souvenir, dan jajan es serut warna-warni kaya’ jaman sd dulu,
tapi botolnya tinggi seharga 5.000 won. Tadinya juga mau beli cumi bakarnya yang
lebar itu, tapi karena harganya 7.000 won, kemahalan, ga jadi beli. Pelancong
kere. Tapi kita laper, rencananya mau nyari restoran vegetarian. Trus nanya ke
information center di area depan pintu masuk kuil gyeonggijeon, ga ada hasil,
mereka malah nyaranin untuk minta pelayannya menyingkirkan daging pada menu
yang akan kita makan. Guepun nyari-nyari sendiri di setiap restoran, kira-kira
dimana yang ga jual babi di lauknya, baca setiap tulisan hangul di menu yang
terdapat di depan restoran. Saat sedang kesana-kemari melihat-lihat menu,
tiba-tiba ada seseorang yang menyapa, “hi…
excuse me, can I help you?” ujarnya. Guepun kaget dan kebingungan, kirain
siapa kenalan gue yang tiba-tiba nyapa gitu. Trus dia bilang, “are you looking for restaurant?”. Gue
jawab “yeeess” dengan muka memelas. “yah, I looking at you going here and there.” Trus gue bilang “Yeah, I’m looking for vegetarian restaurant”.
Kemudian dia bilang “I think there’s no
vegetarian restaurant here, but you can try one of their signature dish that
doesn’t have meat in them. I’ll show it to you.” sambil dia ngelihat peta yang gue pegang, Kongnamul gukbab (콩나물국밥). “I’ve just try this and it’s so delicious”. “where I can found this food, in which restaurant?” tanya gue yang udah
mulai males banget kalo harus nyari-nyari restoran lagi. Untungnya dia berbaik
hati melihat peta dan nunjukin, “I think
it’s arround this area”. Kemudian basa-basi gue ajak dia ngobrol, awalnya
gue ngira dia orang-orang latinos gitu ternyata dia adalah turis dari Malaysia,
dan travel sendirian, “how brave!”
gue bilang, dan dia senyum-senyum aja. Tau dia melayu muslim, guepun nanya ada
musholla ga deket sini, dia bilang ga ada. Oke.. setelah mengucapkan salam
perpisahan, guepun menginformasikan ke bonyok gue yang selesai urusan toilet.
Jeonju Hanok Village |
Kongnamul Jigae & Jeonju Bibimbab (without beef) |
Selesai
makan kita lanjut jalan ke arah timur, menjauh dari Gyeonggijeon tadi.
Rencananya sore itu, gue mau nyoba ke Omokdae, bukit di timur Jeonju yang
merupakan area untuk menikmati landscape
Jeonju hanok village. Turis Malaysia yang gue temui tadi juga menyarankan untuk
berkunjung ke bukit Omokdae ini, katanya “you
can see beautiful scenery of jeonju hanok village from up there”. Saat tiba
di ujung jalan, gue kebingungan lagi area masuk menuju puncak bukit Omokdae ini
dari mana. Yaudah lihat ada jalan setapak terdekat, kita mencoba melewati course tersebut. Nyokap sempet takut,
takut kalo-kalo ada ular nanti dari hutan-hutan di area bukit Omokdae ini. Jalan yang dilalui sudah diberi lantai papan, railing, dan tangga
kayu, sedikit-sedikit pemandangan atap hanok mulai terlihat. Namun gue
memutuskan untuk tidak masuk lebih dalam, karena udah keburu males duluan buat
naik tangga.
Keluar
dari bukit yang penuh pohon itu, kita memutuskan untuk menutup perjalanan di
Jeonju Hanok Village ini. Berjalan menelusuri jalanan raya Girin daero,
rencananya mau nyetop taksi. Tapi kok bingung ya jarang ada taksi lewat. Trus
nyeberang jalan, karena ngeliat kaya’ ada halte gitu. Yah lumayan kalo emang ada
bus umum. Tapi, kembali gue tidak menemukan informasi apapun di halte yang
memiliki desain khas atap gerbang bangunan kerajaan itu (entah gatau juga sih
sebenernya ini fungsinya halte atau bukan). Taksi juga jarang banget yang lewat
di sisi jalan ini. Di stop-in pada ga mau. Jadinya kita jalan ke arah
persimpangan jalan, karena gue ngeliat di situ banyak taksi. Tapi bingung lagi,
gimana cara nyetopin taksi yang di simpang jalan itu. Akhirnya saat lampu merah,
ada taksi, trus gue stopin. Di dalem taksi kita memutuskan untuk batal ke
Masjid di Jeonju dan lebih memilih untuk langsung ke terminal buat naek bus
balik ke Seoul. Taksipun melaju melalui jalan yang udah gue kenal saat baru datang
tadi, setelah gue bilang ke sopirnya “Bus
terminal”, dan dia nanya “bus to
Seoul?”, “yes” jawab gue.
Jeonju
Bus Terminal
Ga
begitu jauh memang perjalanan dari Jeonju Hanok Maeul menuju Terminal Bus, argo
sekitar 5000 won. Kita pun melalui terminal bis tempat kita datang tadi. Tapi
taksinya melaju aja. Yaudah gue diemin.
Ternyata taksi mengajak gue ke Terminal yang satunya lagi, yang express bus
terminal. Terminalnya lebih gede dan lebih wah dari terminal pas kita datang
tadi. Kalo gue perhatiin, sebenernya area terminalnya sama, cuma satu, tapi
mungkin karena kita datang tadi naek bus yang agak murah, turunnya di terminal
yang kecil. Sementara terminal yang gede ini, lokasinya
persis dibalik terminal pertama tadi. Karena terminal ini lebih gede dan lebih
wah, ga begitu susah buat cari informasi atau pesen tiket. Pokoknya semua sudah
teratur, beda banget kondisinya sama terminal bus yang kecil tadi. Mungkin kalo gue
harus pesen tiket di terminal bus yang kecil itu, gue bakal kebingungan. Bus
yang berangkat dari terminal yang gede ini, tujuan akhir Seoulnya adalah
Express Bus Terminal. Dan harganya 18.700 won, lebih mahal euy daripada
terminal yang satunya lagi. Yaudah deh, biar ada pengalaman.
Selesai
beli tiket, kita langsung naik bus. Kebetulan banget dapet jam bus yang saat
itu juga. Busnya juga ga beda jauh, sama aja perasaan sama bus yang di nambu
tadi, dengan tempat duduk 1-2. Penumpangnya lumayan lebih rame, bahkan ada ahjumma yang nelpooooonnnn mulu selama
di dalam bus, sampe-sampe 1 haraboji
rishi. Dan juga ada salah satu penumpang yang kakek-kakek udah tua banget. Oh iya,
karena tadi belum sholat, jadinya kita tayamum dan sholat di dalam bis.
Harusnya sih bisa ya ambil wudhu dulu di toilet terminal tadi, dan curi-curi
sholat gitu, karena area deket toilet ini ga begitu rame. Tapi ga kepikiran (astaghfirullah).
Sama
seperti perjalanan pergi, di tengah perjalanan pulang ini kita mampir ke salah
satu rest area. Tapi, rest area-nya beda sama rest area pagi tadi. Kita beli
jajanan lagi. Kali ini gue beli roasted chestnut seharga 5.000 won, berisikan
sekitar 10 biji (lupa). Makan kacang ini aja kayanya bisa bikin kenyang deh
soalnya gede, dan ada rasa manisnya. Selain itu, kita juga beli kesemek kering
seharga 10.000 won satu bungkusnya, mahal! Tapi berhubung nyokap gue kepengen
yaudah jadinya beli aja.
Roasted Chestnut & Dried Plum |
Seoul
Express Bus Terminal
Seoul Express Bus Terminal |
Banpo
Hangang Park
Setelah
jalan lurus dari pintu keluar stasiun subway melewati pertokoan yang gemerlap
oleh lampu-lampu papan nama toko, tibalah di persimpangan jalan, di bawah
flyover. Setelah mennyeberangi flyover, sempet bingung harus ke arah mana.
Nyari-nyari petunjuk, ga nemu. Eh tapi ternyata pas pulangnya baru kelihat bahwa
petunjuknya ada terpasang di lantai pedestrian. Jadi kita belok kanan, jalan
menyusuri sepanjang bagian bawah flyover, di pinggiran pager yang kaya’nya
pager komplek apartemen. JAUH BANGET. Kaya’ kaki gue ga sanggup lagi buat
jalan. Tapi sayang kalo harus pulang. Lagian juga nanggung (walopun ga tau
masih harus sejauh apa lagi jalannya). Di ujung jalan, nanti ketemu simpang
jalan lagi. Nah, lupa deh di sini kaya’nya gue ga nyebrang jalan, tapi ada pintu
terowongan dan tangga ke bawah menuju area bawah tanah. Ini juga dapet
informasi dari cewek Indonesia yang ketemu di kereta ke gapyeong kemaren.
Yaudah, jalan aja. Nah kalo dari sini, udah ga susah lagi. Lupa juga gue ada petunjuk
ato ga. Pokoknya setelah sampe di bawah, nanti ada tangga turun lagi di sebelah
kiri. Habis turun tangga, kita keluar di jalan terowongan bawah tanah yang ada
jalur kendaraanya.
Floating Island Banpo Hangang Park |
Belum
puas foto, eh, tiba-tiba udahan. Gue pun jadi ribut sama bokap gue yang dari
tadi motion gue tapi ga ada gambar yang oke. Sedikit kecewa, jadinya yaudah,
kita foto dengan latar kelap-kelip lampu kota seoul di seberang sungai sana.
Kalo kalian punya kamera yang yahud, bisa tuh dapet foto namsan tower. Lagi
seru-seru foto dengan nada suara tinggi, tiba-tiba air mancurnya KELUAR LAGI!
Yeeeaaahhhh….!!! Kita jadi heboh lagi buat foto dengan latar belakang air
mancur pelangi tersebut. Pokoknya foto sampe puas, malek, dan bosen. Hehe…
sayangkan udah jauh-jauh gitu. Kitapun jadi orang yang paling heboh foto di
sana. Wkwkwk..
Karena
energi udah terkuras, walopun pertunjukan raibow
fountainnya belum abis, kita putuskan buat udahan. Lagian juga udah malem,
nanti kecapekan. Bener aja, dari banpo hangang park balik ke stasiun subway di
expres bus terminal, rasanya mau nangis karena pegel. Tadinya sih gue mau
mampir ke dertan toko di luar stasiun subway, namun menjelang jam 10 malam,
gemerlap lampu toko sudah mulai padam. Tapi di dalam stasiun masih ada beberapa
toko yang buka. Sempet liat-liat baju. Ya gitu deh harganya 10rb-an. Tadinya
mau beli jaket/trench/coat gitu, dapet yang agak murah (20rb-an), tapi modelnya
terlalu simpel dan sederhana, ya ga jadi beli deh.
Day 2
Day 4
Seoul Subway Escalator |
Day 4
Komentar