Gue mulai free dari kegiatan volunteer sabtu sore, langsung cuss naik bus ke Taichung Station.
Seperti biasa, andalan lokasi penginapan gue adalah dekat stasiun utama aja, supaya mudah naik moda transportasi umum lainnya. Gue putuskan menginap di Loosha Hostel karena jaraknya dekat banget dengan stasiun Taichung, ga susah geret koper. Penanda papan hotelnya juga cukup jelas, walaupun gue sempet bingung gimana ke lobinya, ternyata harus naik lift yang emang di-desain khusus untuk ke hostel tersebut. Proses check-in juga simple. Gue nginep di kamar tipe dorm bunk-bed 1 kamar 2 orang, kamar mandi luar. Pertimbangannya, harga lebih murah (Rp 420.000,-) dibanding kamar single di penginapan lain, dan emang ga pilih kamar yang crowded karena mau sholat. Hostelnya masih baru, jadi kesannya modern. Lantai perempuan beda dengan lantai laki-laki, dan area perempuan enclosed, tertutup ga bisa diakses umum karena buka pintunya harus tap kartu. Kamar mandinya punya bilik-bilik shower dan toilet yang terpisah, dan jumlahnya banyak. Gue kebagian tempat tidur di bagian atas. Sebenernya ga terlalu enak sih tempat tidur atas, karena ribet naik-turun kalo ada barang yang ketinggalan. Di tempat tidur bawah, roomate gue orang perawakan Chinese. Nah, tapi ga enaknya, doski bau alkohol. Di kamar ada semacam air purifier sih, tapi ga ngebantu ngilangin bau alkoholnya. Ukuran kamar termasuk kecil, jadi ya di-pas-pasin aja buat sholat. Untungnya pas maghrib, si roomate lagi mandi, jadi ga begitu ngeganggu. Sholat Isya sebelum tidur, roomatenya udah stay di tempat tidurnya. Sholat subuh, doski masih tidur, jadi leluasa juga sholat, ga takut ngeganggu ruang gerak kamar. Salah satu nilai plus hostel ini adalah dapet sarapan gratis! Menunya seperti biasa, roti dengan pilihan selai, telur rebus, cream soup, dan ada pisangnya. Lumayan banget kan buat menu sarapan.
![]() |
Got upper bunk bed in small room dorm |
Malam hari itu, gue sempetin buat jalan-jalan di sekitaran stasiun. Gue putuskan untuk ke Taroko mall lagi. Targetnya beli baju. Gue ngubek di toko second street market. Setelah pilih-pilih, gue putuskan untuk beli kemeja jeans oversize seharga NTD 200. Trus gue juga melipir ke HnM, akhirnya beli celana kulot hitam seharga NTD 1000.
Keesokan harinya, gue putuskan untuk bangun pagi banget, supaya bisa jalan-jalan eksplor Taichung lebih leluasa. Beneran deh, minggu pagi itu, jalanan masih sepi. Gue jalan ke arah stasiun Taichung, trus ke Taiwan connection 1908, semacam sungai lama di tengah kota Taichung gitu, dan juga bekas rel kereta lama. Miriplah dengan proyek Gyeonghui line forest park di Seoul. Kayanya sungai ini kena proyek restorasi Kota, penghidupan kembali area hijau tepi airnya, sambil masih mempertahankan tipe pemukiman bangunan rendah. Gue ga begitu tau dan paham cerita area ini, tapi ya lumayanlah buat jalan pagi santai. Trus gue lanjut naik bus ke Liuchuan riversidewalk. Proyek hampir mirip dengan Cheonggyecheon di seoul. Tempatnya cantik juga buat foto dan duduk santai. Destinasi selanjutnya, Taichung Park. Dibandingkan 2 taman sebelumnya, taman ini lebih hidup oleh aktivitas warga. Mungkin juga karena udah ga terlalu pagi banget juga waktunya. Seperti biasa, taman ini banyak orang tua yang taichi. Eh, bahkan gue ketemu orang Indonesia yang nanyain “ngapain mba ke sini?” Emangnya ini tempat yang kurang favorit ya? Tadinya gue mau foto paviliun yang kayanya jadi salah satu icon khas Taichung. Sejujurnya emang ketiga tempat ini menurut gue biasa aja sih, ga ada yang sebegitu istimewanya. Mungkin karena gue sudah pernah ke tempat serupa sebelumnya. Tapi ya emang 3 tempat ini lokasinya berada ga jauh dari penginapan, bisa hemat waktu perjalanan.
Setelah naik bus sekitar 30 menit, tibalah di National Taichung Theater, bangunan yang didesain oleh Toyo Ito. Tentunya sebagai penggiat arsitektur, ga bakalan skip karya rancangan penerima pritzker tahun 2013 ini. Bahkan saat gue kegiatan volunteer, orang lokal dengan background arsitektur yang gue tanya juga rekomendasiin tempat ini sebagai destinasi arsitektur di Taichung. Hari minggu, tempat ini baru buka jam 10.30. Dan GRATIS! yeayy, hemat~
Untuk kesan desain, sebenernya buat selera gue biasa aja sih. Tapi yang gue perhatiin, hal unik dari interiornya adalah sisi permukaannya yang melengkung, ga bersudut. Kalo ga salah inget juga ini semua materialnya padat, bukan finishing kopong gitu. Finishing dindingnya juga bertekstur, jadi kesannya ga terlalu flat walau bidang dindingnya luas. Ruangnya juga terasa enak sih, ga kerasa begitu kosong karena penataan desain interiornya. Kayanya struktur bangunan bentang lebar yang dipakai di gedung ini adalah tipe yang ga umum ditemukan. Kelihatan mega column di lantai dasar lobi, yang juga bebas dari kolom kecil lainnya. Hal cute lainnya di area lobi adalah kolam air dangkal.
Trus gue menjelajah lebih jauh di dalam bangunan ini, naik ke atas. Tangganya b aja sih. Lantai 2 ini semacam pre-function sebelum masuk main hall. Ya tapi ga bisa masuk gratis ke main hallnya yak. Lagi-lagi, sisi dinding melengkung yang menyatu dengan langit-langit yang tinggi menjadi hal unik seperti yang ditemui di lantai bawah. Kesannya lebih terasa megah dengan bantuan indirect lighting. Sayang banget ga bisa selfie puas di area sini karena ga ada tempat buat naroh kamera, dan juga malu karena ada petugas yang jaga di depan pintu theaternya. wwkwk..
Lanjut, gue naik semakin ke atas. Tangga selanjutnya, desainnya lebih unik, walau berada di tempat yang kesannya tertutup, rasanya kaya' bukan grand stair. Desainnya hampir mirip dengan yang ada di DDP. Ternyata tangga yang banyak, panjang, dan tinggi ini mengarahkan ke rooftop.
Gue baru nyadar, loh iya ya, ini kan bangunan bentang lebar, bisa buat rooftop begini, gimana struktur penopang atapnya? Setelah gue lihat-lihat di internet, ternyata emang bener, kayanya sih ini salah satu tipe struktur yang didesain dengan metode parametrik. Ya, gimana engga, strukturnya oleh Arup soalnya. Klo dilihat-lihat area rooftop ini ada semacam rumah teletubbies, yang ternyata adalah strategi untuk menyembunyikan mesin-meisn utilitas, jadi tampilan rooftopnya lebih rapih dan enak buat foto-foto.
Setelah dirasa cukup puas mengitari bangunan Toyo Ito ini, gue lanjut mau cari makan dan sholat (ceritanya bisa dilihat di postingan seri lain ya). Selesai sholat, eh, turun hujan. yaahhh... kok hujannya turun pas gue jalan-jalan gini, ga kemaren aja pas ngerjain kegiatan volunteer.
Di tengah hujan, gue sempetin buat mengunjungi National Library of Public Information. Pilih tempat ini karena kalo lihat di google, desain gedungnya oke, modern futuristik. Tapi karena hujan, sayangnya gue ga bisa eksplor dan foto-foto banyak dari luar, syedih..., ga kelihatan juga turis lain yang foto-foto, kan malu kalo heboh foto sendiri... Jadilah gue langsung masuk ke dalam perpustakaan ini. Walau awalnya sempet ragu, tapi ternyata perpustakaan ini bebas loh diakses keliling-keliling kemana-mana setiap ruang dan lantai oleh siapa ajah, ga kaya' perpus di Indonesia yang harus register dulu kalo mau masuk. Gue sempetin pulak ngelihat rak buku bagian arsitektur. Tapi gue ga lama di sini, karena memang tidak berencana untuk belajar, dan hari semakin sore, saatnya untuk balik ke stasiun dan pindah kota untuk menjelajah Taipei.
Eh iya, kalo mau naik kereta pindah kota di Taiwan pas weekend, ternyata sangat disarankan membeli tiket in-advance. Gue saat itu ga tau, beli alngsung go-show aja, karena takut kalo udah keburu beli tiket duluan nanti ketinggalan kereta. Eh, malah keretanya penuh TT__TT, jadinya ga dapet tempat duduk. Bisa sih naik kereta di jam yang kita inginkan, tapi ya kaya' gue, jadinya berdiri dan duduk ngeper di depan pintu kereta. Untungnya gue ga sendirian nge-gembel, ketemu dan ngobrol sama TKI ttg nasib gue yg ga kebagian tempat duduk, katanya "jauh loh mba ke Taipei", iya aja, 1 jam gue nge-gembel. Biarlah dijadikan pelajaran hidup. Gue baru kebagian tempat duduk di Taoyuan.
Tambahan: Waktu hari libur volunteer, gue sama temen-temen sempet ke rainbow village. Ternyata tempatnya lebih kecil dari yang dibayangkan. Tapi memang kalo dipake untuk foto-foto, bagus, warnanya keluar banget di kamera. Banyak juga wisatawan di sana.
Trus juga kita diajakin ke Alishan buat lihat matahari terbit. Dianter naik mobil, sekitar 2 jam perjalanan. Dari parkiran mobil, kita naik kereta/trem. Tapi ga kelihatan pemandangan apa-apa karena masih gelep. Momen sunrisenya juga menurut gue biasa aja, mungkin karena cuaca kurang cerah hari itu. Tapi beigtu turun ke area parkiran, barulah kelihatan indahnya pemandangan pegunungan dengan hutan pinus ini. Memang tempatnya bagus loh. dna ternyata, perjalanan pulang, menuruni gunung juga bagus, miriplah dengan pemnadangan di kepahyang atau puncak. Tapi jauhnya aja yang bikin ga nahan. haha..
0 Comments