Hattrick Korea
Day 5
Bangun
pagiii… udah ga sabar mau menjelajahi Jeju~
Karena
tau lokasi wisata favorit di Jeju letaknya lumayan jauh dari Jeju city, jadi ya
penjelajahan harus dimulai dari pagi-pagi banget-nget! Untungnya sarapan hotel
ini udah dimulai dari jam 7 pagi (alasan lain kenapa pilih hotel ini). Pilihan
makanannya juga lumayan variatif dibanding hostel. Ada roti (seperti biasa),
dan makanan karbo beserta lauk-pauknya. Kalo ga salah inget, hari pertama ini
gue makan bubur. Nanya ke ahjumma pelayannya, ini bubur apa, dia jawab "야채". “그냥 야채?”. Yah semoga ya dengan bismillah. Ada
juga salad, sosis (ini udah pasti jangan dimakan), dll (*maaf udah mulai lupa
kemaren apa aja menunya). Seperti biasa, tak lupa nyiapin roti buat bekal.
Wkwkwkkk.. Mungkin yang agak beda di hotel ini, kita harus self-service. Piring
dan gelas kotor teteup harus ditaroh di tempat piring kotor (ga sampe nyuci
piring kok).
Selesai
makan, lanjut naik ke loby, nanya ke Yeoja resepsionis, ke Woljeongri beach naik
transportasi umum gimana? Basa-basi aja sih, sebenernya gue juga dapet
destinasi ini karena baca blog orang yang nyantumin cara lengkap ke Woljeongri-nya. Cuma ya buat memastikan aja sih takutnya ada perubahan rute bus
gitu. Yeoja resepsionis memberikan selembaran print berisikan peta (kaya’ klo
kita cari info google maps gitu) yang ada info bertuliskan hanguel. Gue bingung
ini Yeoja, gimana kalo turisnya ga bisa baca Hangeul. Untung gue ga masalah
*sombooonngg… Trus gue juga iseng nanya kalo mau ke Seonsang Ilchulbong gimana. Tapi
di bilang “it’s quiet far from here”. Sejauh apapun itu, akan tetap kutempuh!
Ga tau aja dia kita biasanya 5 jam naek travel Jakarta-bandung.
Jeju
Bus
Oke,
agar mendapatkan bus dengan nomor 701 menuju bagian timur pulau Jeju, akan lebih
aman bila kita menaiki bus mulai dari terminal bus nya. Jadi ga perlu buru-buru
ngejer bus di halte. Ini alesan lain milih Jeju R Hotel. Tinggal jalan kaki 3
menit, nyebrang sungai, nyampe. Tapi gue bingung harus nunggu busnya dimana.
Nanya lah dengan seorang Yeoja muda yang mengenakan seragam sekolah. *konon
katanya lebih mudah ngincer anak sekolahan buat nanya pake Bahasa inggris. Tapi
ga tau kenapa, Yeoja ini ga begitu welcome waktu gue nanya “dimana tempat
nunggu bus terminalnya?”. Padahal mah ya biasanya orang korea itu akan dengan
senang hati menunjukkan tempatnya. Oh mungkin dia lagi bete atau takut
ketinggalan bus ke sekolahnya. Setelah dia menunjukkan pintu masuk terminal
tanpa senyuman, gue juga jadi bingung mau ngucapin thank you tanpa senyuman juga
gimana ya?
Bokap
dan nyokap gue sedari tadi asyik berfoto di depan terminal ternyata. Ampun dah
dua turis ini. Ckckck… Bagian dalam terminalnya hampir mirip dengan Nambu bus
terminal. Kerasa gak wah nya korea. Banyak toko-toko juga. Tapi karena takut
kesiangan, kita langsung menuju bus. Ternyata bus no 701 sudah ada. Pak
supirnya pun udah siap duduk di depan setir. Saat akan naik, dia nanya tujuan
kita. Ini juga gue sempet dapet info katanya kalo naik bus di Jeju, kita harus
sebutin tujuan kita, sebelum tap kartu.
Busnya
gede. Tempat duduknya 2-2, kaya’ bus perjalanan jauh gitu. Kita duduk di depan,
supaya mudah kalo nanti harus turun. Di dalem bus juga ada layar lcd yang
menginformasikan tempat pemberhentian sekarang dan yang akan datang. Untuk beberapa pemberhentian yang terkenal bagi
wisatawan, ada informasi dalam Bahasa inggris, dan juga diumumkan dengan suara. Tapi ga tau yak klo tiba-tiba di tengah jalan kita berubah
rencana tempat tujuan, takutnya ketemu pak supir yang ga
ramah, kena semprot deh. :D. Bus juga ga akan berhenti kalo ga ada penumpang
yang mau turun dan yang mau naik dari halte. Jadi harus pasti ya~!
Perjalanan
cukup lama. Perlahan-lahan, pemandangan kiri-kanan berupa rumah-rumah warga,
mirip kaya’ pemandangan kalo kita jalan ke daerah buat balik kampung. Kemudian,
pemandangan berganti menjadi hamparan sawah dan laut!. Oohh~ jujur gue sangat
menikmati pemandangan di depan mata gue. Rasa sayang banget klo gue tidur di
perjalanan panjang ini. Sedikit tips, klo kalian lebih mau ngelirik laut,
duduknya di sebelah kiri. Kalo mau liat dataran yang ijo-ijo, duduk di sebelah
kanan.
Woljeongri
Sekitar
1,5 jam perjalanan, pak supir berteriak “월정리” sambil melirik kami dari
kaca spion atas. Yap, kita langsung siap-siap berdiri dekat pintu buat turun.
Wuuaaahh… jalanannya lumayan lebar, tapi sepiii… di satu sisi ada dataran hijau
yang luaaasss, di sisi lain, terlihat kincir angina di kejauhan. FEELnya gue
SUKAK! kerasa luar negerinya, kaya’ yang di drama-drama korea. Wkwkk. Bokap
nyokap pun udah heboh mau ambil foto.
Setelah
turun di halte, kita harus nyeberang. Ada lampu penyebrangannya loh. Walopun
jalannya sepi, baiknya hati-hati dan ikutin sesuai rambu lalulintas. Karena
mobil yang lewat kenceng-kenceng. Di seberang jalan juga ada orang lokal yang
mau nyeberang. Ngelihat orang itu ga nekat nyeberang, gue juga jadinya ga
berani sembarangan. Bisa aja sih ya klo jalannya emang pasti ga ada kendaraan
di kejauhan, nyeberang aja buru-buru.
Setelah
nyeberang jalan, akan ada papan peta kaya’ foto udara dari google maps itu.
Jadi kita bisa pilih mau ambil jalan yang mana klo mau ke pantai. Iya,
pantainya ga persis di pinggir jalan, tapi harus jalan masuk ke dalam sekitar
800 m. Tapiiii…. Gue lagi-lagi menikmati suasana sepanjang jalan kaki tsb. Di
awal perjalanan, kita akan melihat hamparan sawah. Dan sesekali tercium bau
bawang. Iya, ini sawah/kebun bawang. Bahkan ada beberapa orang yang sedang
duduk mengambil hasil panennya. Satu lagi yang unik dan katanya khas di Jeju
adalah, dinding pagar yang terbuat dari tumpukan batu karang. Sepanjang jalan
menuju pantai, entah itu sawah atau rumah, sebagian besar menggunakan pagar
batu ini! Uniknya, batu ini ya cuma ditaroh gitu aja, ga pake di lem, jadi ya
harus pinter-pinter nyusun batunya. Semakin dalam jalan, pemandangan berubah
menjadi rumah warga. Beberapa rumah berfungsi sebagai guesthouse dan tempat
makan. Hingga akhirnya, hamparan pasir pantai yang luas, dan air ombak yang
tenang terpampang di depan mata.
Di
sini tuh pantainya unik, kesannya beda, terasa tipikal pantai non-tropis.
Selain hamparan pasir putih yang luas, ombak yang tenang, dan adanya kincir angin di
kejauhan, yang unik di pantai ini adalah adanya semacam street-beach furniture
yang unyu-unyu, buat foto-foto. Tapi sayangnya, karena kincir anginnya di
sebelah timur, jadi klo mau foto selfie di pagi hari, agak susah, backlight.
Tapi tetep sih gue poto sana-poto sini hehe..
Selesai
maen air dan pasir, dan puas foto, kita mampir ke salah satu toko / café buat
liat apa yang mereka jaul. Ini juga yang jadi keunikan pantai ini, ga cuma
satu, tapi ada beberapa. Gerai yang kita mampiri, ga jauh dari jalan buat
pulang menuju ke jalan utama. Awalnya sih gue cuma mau beli minum. Mereka jual
jus jeruk dengan botol bentuk dolhareubang, patubg khas Jeju. Gimana ga tertarik buat beli coba, walo
harganya agak malah (sekitar 4.000 won). Ada juga semacam kue pancong dengan
bentuk cetakan dolhareubang. Udah rempong gue nanya ingredients kuenya, tapi ga
jadi beli karena sayang kalo ga bisa tahan dibawa pulang ke tanah air. Sebagai
gantinya, gue beli semacam cairan teh gitu dengan berbagai rasa, yang pasti salah satunya
rasa jeruk khas Jeju. Iya, Jeruk adalah salah satu buah khas Jeju, dan bentuk
jeruknya tuh beda sama jeruk yang umum kita biasa jumpai di supermarket.
nama jeruknya Hallabong. Kemasannya juga cantik. Tapi harganya agak mahal sih. Sekitar 10.000an won klo
ga salah. Oh iya, mungkin di Jeju masih ga terlalu banyak disentuh oleh turis
mancanegara, jadi ga semua orang bisa Bahasa inggris. Jadi ya akan lebih baik
bila kamu sendiri bisa sedikti-sedikit Bahasa korea saat traveling ke daerah di
luar Seoul dan destinsi wisata yang anti mainstream.
Selesai
dari Weoljongri, kita balik lagi ke jalan utama yang lebar tadi, trus nunggu
bus di halte tempat kita turun tadi buat lanjut ke destinasi berikutnya.
Lumayan lama juga sih ternyata nungguin busnya. Tapi di halte ada papan
pengumuman elektrik (lcd) yang menampilkan jadwal bus yang melalui halte ini.
Jadi kita bisa lihat, bus nomor berapa, berapa pemberhentian lagi, dan berapa
menit lagi akan tiba di halte ini. CANGGIH!. Tapi ya tetep, semua informasi
dalam huruf korea. -__-.
Sekitar
10 menit-an menunggu, akhirnya bus no.701 dataannggg… seperti awal tadi, saat
akan naik, langsung bilang ke pak supir tujuan tempat kita mau turun, agar pak
supir bisa menentukan tarif sebelum tap kartu.
Selama di perjalanan menuju destinasi berikutnya, masih disuguhi pemandangan alam yang sama, dan semakin banyak ngelihat bunga kuning itu… bunga yang terkenal dan juga bisa dibilang salah satu ciri khas Jeju di musim semi, bunga Canola. Di tengah perjalanan, banyak turis yang turun di halte dermaga untuk lanjut ke pulau Udo. Karena waktu kita terbatas, gue tidak memasukkan pulau Udo sebagai destinasi wisata, selain karena juga butuh biaya tambahan, dan waktu ekstra. Toh lagian juga sama aja yang dilihat ya pantai.
Selama di perjalanan menuju destinasi berikutnya, masih disuguhi pemandangan alam yang sama, dan semakin banyak ngelihat bunga kuning itu… bunga yang terkenal dan juga bisa dibilang salah satu ciri khas Jeju di musim semi, bunga Canola. Di tengah perjalanan, banyak turis yang turun di halte dermaga untuk lanjut ke pulau Udo. Karena waktu kita terbatas, gue tidak memasukkan pulau Udo sebagai destinasi wisata, selain karena juga butuh biaya tambahan, dan waktu ekstra. Toh lagian juga sama aja yang dilihat ya pantai.
Seongsan Il Chulbong
Ga
lama perjalanan dari Woeljongri, hingga akhirnya kami tiba di Seongsan
Il Chulbong. Turun dari halte, sempet bingung juga harus jalan ke arah mana. Walopun puncak gunung/bukitnya udah keliatan gede dari balik bangunan-bangunan di
pinggir jalan, tapi tetep nanya sama orang karena takut nyasar, ga keliatan pintu masuk
menuju seongsan il chulbong-nya.
Sekitar 500 m berjalan, tibalah di area yang rame banget oleh orang-orang. Yeeeaaaaiiiiyyy!!! Sampe juga gue di wisata alam paling hits se-Korea! Sebelum tiba di loket pintu masuk, ada banyak toko yang menjual oleh-oleh khas Jeju di sini. Kita mampir ke salah satu toko buat beli oleh-oleh. Pernah gue baca kalo cokelat bentuk dol hareubang adalah oleh-oleh yang biasanya banyak orang bawa klo abis liburan dari jeju. Harganya beragam tapi rata-rata 10.000-an won buat 2 kotak,4 kotak, atau 8 kotak. Beli gantungan kunci juga (1.000 won). Beli magnet kulkas juga (3.000 won). Beli kartu pos juga (10.000 won satu pack isi 10 lembar). Ga tau deh nyokap beli apa aja. Tapi belanjaan kita banyak banget, sekitar 100.000 won. Penjual pun jadinya memanjakan kami. Jarang-jarang kali yak turis lokal belanja banyak kaya’ turis Indonesia gini. wkwkwkk.. Lah terus pas udah belanja, baru nyadar ini gimana mau bawa barangnya?? Hahaha… untungnya kita boleh nitip di toko tempat kita belanja tadi. :D.
Lanjut
kita berjalan mendekati kaki gunung dengan padang rumput yang luas. Sebenernya
Seongsan Ilchulbong ini paling cocok buat lihat matahari terbit karena letaknya
di sebelah timur. Tapi karena jauh ya ga mungkin ngejer liat matahari terbit.
Trus juga gue kirain masuknya gratis (berdasarkan blog yang saya baca), karena
sudah lewat jam matahari terbit. Eh tapi ternyata masih tetep harus beli tiket
juga seharga 2.000 won. Di area depan dekat pintu masuk, kita bisa leluasa ambil
foto dengan latar belakang Seongsan ilchulbong karena hamparan rumputnya cukup
luas. Tapi banyak juga sih orang-orang yang foto-foto di sini, jadi ya pinter-pinter cari spot aja. Sebelum pintu masuk tadi juga ada tanaman bunga canola, tapi mungkin udah lagi ga musimnya, jadi ga begitu rame
bunganya.
Semakin
jauh berjalan, kita akan tiba di persimpangan yang banyak juga orang foto-foto
di sana. Jadi, kalo pilih jalan ke kanan, kita akan diantar naik ke atas puncak
gunung. Tapi Allahu akbar, tangganya banyak, ngeliatnya aja gue ga sanggup.
Jadinya kita memutuskan buat ga naek lebih jauh dan gue juga males jalan-jalan
ke sana-kemari, sambil selfi sana-sini. Kayanya sih pemandangan di atas kawah
itu ga terlalu bagus, ya cuma kawah yang udah tumbuh tanaman aja gitu. Tapi
belakangan gue baru inget, kalo pemandangan tangga-tangga dari atas itu bagus
buat di foto. Tapi apa daya dan apa mau dikata, gue ga mau beresiko terlalu
capek.
Lanjut
jalan turun, kita ambil jalan yang belok ke kiri tadi. Jalan ini menuju area
laut. Kalo kalian mau turun sampe bawah, disana ada Hanyeo jib, dan mereka
mengadakan pertunjukan ibu-ibu menyelam untuk mencari berbagai produk laut pada
jam-jam tertentu. Ada juga semacam jetski kalo kalian mau berlayar di laut
sekitar Seongsan Ilchulbong. Tapi, lagi-lagi karena udah males jalan, gue
memutuskan untuk ga jauh-jauh. Bonyok tetep kekeuh mau ke ujung bukit buat
foto-foto, sementara gue nunggu di dekat jalan turun ke Haenyeo jib (해녀의집).
Sambil menunggu, seorang penjaga yang sedang bekerja meneriakkan untuk memanggil pengunjung agar mau turun ke bawah (entah mungkin buat naik jetski atau kegiatan air lainnya). Sayup-sayup gue denger dia nawarin ke turis lokal, “오늘의 날씨가 아주 좋아”. I agree, hari ini langitnya emang cerah. Kayanya beberapa hari kemaren udah turun hujan. Trus ada sekelompok pengunjung lain yang membawa peralatan fotografi menuju area bawah. Kemudian, namja ini mengajak saya mengobrol. Ga tau deh dia nanya apa, gue bilang aja “한국어 모르겠어요”. Trus gue denger dia ada bilang “모자”, “목소리”, “남자”. Walo cuma berapa kata, tapi gue nebak maksud dia sambil ngangguk-ngagguk. Eh, dia surprised, ga nyangka kalo gue nanggepin omongan dia. Hihihi… lanjutlah dia ngobrol, yang gue makin ga tau sambil pasang tampang mengo. Trus dia bilang “혼자?”, ga tau apanya yang sendirian, biar singkat gue “네..” in aja. Kkkk… Tak berapa lama bonyok gue dateng, sambil ribut-ribut masalah foto yang anglenya kurang. Aelah…
Karena masih ada tujuan destinasi lain, kita putuskan untuk udahan di Seongsan Ilchulbong ini. Tapi sebelum pergi, kita sempetin jajan eskrim. Maunya beli yang pake wafel, tapi mahal. Yaudah jadinya beli eskrim biasa aja, yang rasa hallabong, rasa jeruk khas jeju seharga 4.000 won. Setelah mengambil belanjaan yang dititipin tadi, kita jalan pulang, melalui jalan yang sama saat pergi tadi. Di area sini banyak terdapat restoran seafood (insyallah muslim friendly). Tapi karena masih belum begitu laper, kita ga mampir.
Sambil menunggu, seorang penjaga yang sedang bekerja meneriakkan untuk memanggil pengunjung agar mau turun ke bawah (entah mungkin buat naik jetski atau kegiatan air lainnya). Sayup-sayup gue denger dia nawarin ke turis lokal, “오늘의 날씨가 아주 좋아”. I agree, hari ini langitnya emang cerah. Kayanya beberapa hari kemaren udah turun hujan. Trus ada sekelompok pengunjung lain yang membawa peralatan fotografi menuju area bawah. Kemudian, namja ini mengajak saya mengobrol. Ga tau deh dia nanya apa, gue bilang aja “한국어 모르겠어요”. Trus gue denger dia ada bilang “모자”, “목소리”, “남자”. Walo cuma berapa kata, tapi gue nebak maksud dia sambil ngangguk-ngagguk. Eh, dia surprised, ga nyangka kalo gue nanggepin omongan dia. Hihihi… lanjutlah dia ngobrol, yang gue makin ga tau sambil pasang tampang mengo. Trus dia bilang “혼자?”, ga tau apanya yang sendirian, biar singkat gue “네..” in aja. Kkkk… Tak berapa lama bonyok gue dateng, sambil ribut-ribut masalah foto yang anglenya kurang. Aelah…
Karena masih ada tujuan destinasi lain, kita putuskan untuk udahan di Seongsan Ilchulbong ini. Tapi sebelum pergi, kita sempetin jajan eskrim. Maunya beli yang pake wafel, tapi mahal. Yaudah jadinya beli eskrim biasa aja, yang rasa hallabong, rasa jeruk khas jeju seharga 4.000 won. Setelah mengambil belanjaan yang dititipin tadi, kita jalan pulang, melalui jalan yang sama saat pergi tadi. Di area sini banyak terdapat restoran seafood (insyallah muslim friendly). Tapi karena masih belum begitu laper, kita ga mampir.
Karena
lokasi gwangchigi ga jauh dari Seongsan Ilchulbong, saya memutuskan buat naek
taksi, karena biayanya ga beda jauh dengan kalo naik bus bertiga. Tapi ya ternyata nyari bus maupun taksi, lumayan susah di sini. Untungnya saat
taksi datang, pak supir langsung mengangguk saat gue bilang “광치기해변”. Sempet ragu sih, ini pak supir beneran tau ato ga. Perjalanan memang
ga lama. Dengan argo akhir 4.000 won, kita diturunin pak sopir di seberang
jalan. Di sisi kita turun ada hamparan bunga kuning yang indah. Tapi sayang,
kalo mau masuk ke dalem harus bayar. Ambil foto dari luar pun di lihat-lihatin
sama ahjumma-nya.
Dari
pinggir jalan, laut dan pantai gwangchigi udah keliatan. Ada juga halmae-halmae
yang jual jeruk. Sambil ngerayu “엄마 이뻐.. 딸 이뻐…”, jadinya gue bales,
“할머니 이뻐..”. trus halmoninya senyum-senyum sambil bilang “네… 할머니 도 이뻐..”.
Gwangchigi
ini sebenarnya pantainya ga begitu indah nan cantik, pasirnya item, airnya juga
ga terlalu biru emerald, bau amisnya kenceng. Tapi ke sini karena, kita bisa berfoto dengan latar
Seongsan Ilchulbong dan laut jeju, serta batuan karang yang eksotis. Asik buat
foto-foto! Gue pun ga ketinggalan jepret sana-sini dengan berbagai angel.
Mungkin karena siang, pantainya ga begitu rame, mirip lah kaya’ di Weoljongri
tadi. Ga se-rame area Seongsan ilchulbong, walopun ada satu-dua turis yang
foto-foto juga. Tapi ga lama, mereka pulang, jadinya gentian, puas foto-foto.
Wkwk..
Di
sini ga begitu lama, karena emang ga tau mau ngapain selain foto. Mungkin ga
sampe 1 jam, kita memutuskan untuk pindah ke lokasi berikutnya. Pas pulang
tadinya mau beli jeruk halmae yang ngerayu tadi. Eh ternyata halmae-nya lagi
tidur. -_-. Jadi ke halmae yang lainnya. Harganya lupa deh berapa. Tapi dia ada
bilang satunya 1.000 won. Karena sebenernya ga tertarik, yaudah nyoba beli 1 aja
dulu. Eh, halmoninya nyengir-nyengir kaya’ “ih, nih orang beli cuma satu doang,
nyape’-nyapae’in gue ajah”. Males deeehh… rasa jeruknya juga ga begitu enak.
Masih enakan jeruk medan yang di supermarket.
Seopjikoji
Kembali
ke jalan utama, yang ga rame. Kita duduk nunggu di halte bus. Entah kenapa
taksinya ga ada yang mau stop. Mana jarang lagi. Ada juga taksi yang bawa
penumpang. Lumayan lama nunggunya, ada hampir 1 jam, hingga akhirnya ada juga
taksi yang berhenti di depan kita. Begitu masuk taksi dan bilang “섭지코지”,
pak supir langsung mengangguk.
Perjalanan
dari Gwangchigi ke Seopjikoji lumayan jauh. Argo taksi sekitar 6.000 won. Melewati
jalan yang sepi, di pinggir laut, dan lama-lama jalan mengecil, hingga tiba di
ujung jalan. Iya bener, Lokasi Seopjikoji ini ada di ujung jalan. Kalo di
Palembang itu kaya’ komperta plaju, hehe...
Rencananya
di sini mau ngelihat bunga Canola dan bangunan di tepi bukit di atas
laut. Serupalah sama uluwatu bali. Tapi karena pas nyampe sana gue udah cape’,
jadi males jalan jauh-jauh dan lupa klo mau liat bunga kuning. Mikirnya udah
mau pulang aja. Hehe… padahal nyokap semangat banget mau jalan sampe ujung.
Tapi gue ga sanggup kalo udah sampe ujung sana harus balik lagi ke ujung sini.
Tuhan… Jadinya kita cuma liat-liat pemandangan yang ga jauh dari area parkir
mobil.
Selesai
foto yang ga seberapa, tadinya mau mampir ke restoran yang ada di parkiran. Tapi kok kaya’
sepi dan ga menarik. Spanduk menu-pun ga ada di tempel atau di pasang di
dinding restoran. Bonyok juga bingung ini restoran apaan. Jadinya kita batal
makan. Lagian juga ga begitu laper.
Sebenernya
ada alasan lain gue mau makan di resto ini, karena konon katanya kita bisa
minta tolong sama ahjumma buat nelponin taksi. Tapi gue pikir yah mungkin bisa
dapet karena banyak juga taksi di sini. Tapi sodara-sodara, beberapa taksi yang
gue tanyain, pada melambaikan tangan semua, tandanya mereka ga mau narik
penumpang aka numpangin gue. mungkin mereka udah di-booked sama pengunjung lain,
ga tau juga. Trus gue nanya sama kaya’ tukang parkir gitu, kalo mau nyari taksi
dimana. Ahjussi-nya nunjukkin ke arah satu-satunya pintu masuk kendaraan. Yaudah
jalan aja ke arah tunjukkannya tuh ahjussi. Udah sampe ujung kaya’ pos loket
parkir, ga ada juga ngeliat taksi ataupun telpon umum ataupun information
center yang bisa mencerahkan. Bingung-bingung, ahjussi yang tadi tetep
nunjuk-nunjuk ke arah pos loket parker. Jadinya gue nanya aja sama orang yang
jaga tuh loket parki, “kalo mau menghubungi taksi gimana?”. Agak ga ngerti
juga sih Agassi yang jaga jawab apa. Tapi sepenangkapan gue, dia nunjuk-nunjuk
ke arah parkir yang kosong nyuruh gue nunggu di situ. Karena mobil yang lewat
lumayan banyak, gue pikir dia lagi sibuk, dan ga bisa diganggu. Jadi bingung
celingak-celinguk berdiri di are parkir yang kosong. Bonyok udah sempet
nyaranin buat jalan aja. Walopun dalam hati gue tetep ga bakalan sanggup jalan
ke tempat keramaian di ujung sana. Udah pake kebayang-bayang di pikiran bahwa akan
terlantar di sini dan jadi gelandangan. Hahaah..
Untungnya,
ga lama ngebayang-bayang hal-hal yang tidak menyenangkan tadi, Agassi loket
parkir manggil-manggil kita. Tapi gue ga ngeliat ada taksi. Yang ada mobil
pribadi yang akan keluar. Eh ternyata, kita dipersilahkan Agassi untuk masuk ke
dalam mobil tersebut, sambil dia ngomong entah apa ke namja di kursi kemudi.
Awalnya sih ragu, tapi gue pikir apa ini taksi gelap gitu yak? (*emang ada di
korea? wkwkwk…). Tapi ya karena bingung, dan hopeless, gue nurut aja. Terlihat
namja ini merapihkan beberapa barang yang tergeletak di mobilnya.
Langsung gue pikir, apa jangan-jangan, kita jadi kaya’ nge-hatch-ing gitu?
(*kece euy~).
Saat
mobil melaju, gue lupa deh siapa yang buka percakapan duluan. Yang inget dia
nyanya gue dari mana, trus gue jawab dari Indonesia. Trus gue juga nanya “apa
dia penduduk lokal sini”, tapi dia jawab bukan, dia di sini dalam rangka bisnis
trip. Gue nanya “dari kota mana?”, dia jawab “dari seoul” setelah agak
mikir-mikir dulu (*entah beneran dari seoul ato gak. Peace~). Tapi bisa
kelihatan kalo namja ini baaaiiiiikkkkk banget. Dia bersungguh-sungguh nyariin
halte bus dengan gps mobilnya. Jauh loh kita jalannya. Gue aja bingung, ga
mungkin juga kan dia mau nganterin sampe ke hostel. Di sela-sela mencari jalan,
kita ngobrol-ngobrol lain yang gue kadang suka ga nyambung karena ga terlalu
ngerti sama spelling inggris-nya. Dia nanya apa gue baru ini ke jeju, gue bilang
iya, tapi klo ke koreanya sendiri udah tiga kali. Sambilan gue ngelatih Bahasa
korea gue. Yah satu, dua kata bisa lah gue tau…
Setelah
sekian lama di dalam mobil, akhirnya ketemu juga sama pemberhentian bus yang
dialui oleh bus rute berwarna merah. Yeaiy sampe… lokasinya udah deket aja ke
Seongsan il chulbong. Saking baeknya namja ini, waktu gue turun, dia juga
sempet keluar dari mobilnya, kaya’ dianterin keluarga gitu. Hehe.. sayang gue
ga sempet kasih kenang-kenangan apa-apa. Semoga tuhan membalas kebaikannya
berkali-kali lipat. Semoga tuhan juga selalu memberkatinya, karena walopun gue
muslim berkerudung, dia ga takut atau cemas akan islamophobia.
Selesai
mengucapkan salam perpisahan dengan namja baik hati ini, kita menunggu di halte
bus. Lumayan ga terlalu lama banget, busnya datang. Rasanya capek banget di
dalem bus, mau tidur. Tapi pemandangan luar masih menggiurkan mata untuk
melihat. Apalagi kalo ngebayangin bahwa perjalanan dan penjelajahan Jeju kali
ini akan segera usai (berbi jadi syediyh..). Seperti biasa, perjalanan pulang akan
terasa ga sejauh saat perjalanan pergi. Saat mata keliyep-keliyep habis lihat
laut, pemandangan pinggir jalan berubah jadi bangunan, menandakan bahwa sudah
masuk kota dan akan segera tiba di pemberhentian akhir, terminal bus.
Kita lanjut jalan balik ke hostel. Lumayan sih yak hikmah nyasar kurang persiapan dan info di Seopjikoji tadi, jadinya kita lebih memilih untuk pulang aja. Trus bisa istirahat bentar dan sholat di kamar (berapa hari di korea, belum pernah di kamar penginapan saat siang/sore hari. Hehee..). Tapi karena perut lapar, saya memutuskan untuk lanjut jalan-jalan sambil nyari makan siang yang terlambat ini. Turun ke lobby, nanya ke namja resepsionis, “we wanna try some seafood. Do you know where I can find the nearest restaurant?”. Dengan semangatnya namja ini membantu saya merekomendasikan restoran seafood, “there’s no seafood restaurant around here. But you can try this famous restaurant”, sambil ngasih gambar peta dan rute bus. Dan namja ini menuliskan angka 100,000 won untuk makan ber-4 orang. WHAT! APAH-APAHAN INI!!! Kita backpacker kere lebih baik makan angin (ga kok, terlalu ekstrim). Tapi karena pas lihat peta lokasinya di tepi laut, gapapalah ya buat jalan-jalan aja, sambil menikmati sunset. wuuuwwww.... Sapa tau aja mungkin nanti di sana ada kaki lima jajanan-jajanan gitu harapannya.
Kita lanjut jalan balik ke hostel. Lumayan sih yak hikmah nyasar kurang persiapan dan info di Seopjikoji tadi, jadinya kita lebih memilih untuk pulang aja. Trus bisa istirahat bentar dan sholat di kamar (berapa hari di korea, belum pernah di kamar penginapan saat siang/sore hari. Hehee..). Tapi karena perut lapar, saya memutuskan untuk lanjut jalan-jalan sambil nyari makan siang yang terlambat ini. Turun ke lobby, nanya ke namja resepsionis, “we wanna try some seafood. Do you know where I can find the nearest restaurant?”. Dengan semangatnya namja ini membantu saya merekomendasikan restoran seafood, “there’s no seafood restaurant around here. But you can try this famous restaurant”, sambil ngasih gambar peta dan rute bus. Dan namja ini menuliskan angka 100,000 won untuk makan ber-4 orang. WHAT! APAH-APAHAN INI!!! Kita backpacker kere lebih baik makan angin (ga kok, terlalu ekstrim). Tapi karena pas lihat peta lokasinya di tepi laut, gapapalah ya buat jalan-jalan aja, sambil menikmati sunset. wuuuwwww.... Sapa tau aja mungkin nanti di sana ada kaki lima jajanan-jajanan gitu harapannya.
Keluar
hotel, kita jalan ke bus stop di pinggir jalan, trus naek bus sesuai petunjuk
yang udah di kasih namja tadi. Bus mulai berjalan, melewati keramaian, hingga
akhirnya tiba di pemberhentian dimana kami harusnya turun. Setelah turun bus,
kebingungan mulai melanda. Harus lewat jalan mana? Jadinya nanya ahjussi
yang lagi nyantai duduk di dalam mobil, sambil nunjukkin peta printout yang
dikasih namja resepsionis tadi. Ahjussi ini mengarahkan jarinya ke ujung jalan, menandakan
bahwa kita memang berada di jalan yang benar. Setelah jalan berapa meter, ada
mobil lewat, ternyata ahjussi yang kita tanynain tadi, dan dia menawarkan tumpangan. Ooooohhhh… kenapa hari ini banyak
sekali orang baik yang mau ngasih tumpangan ke kita~~~ Setelah mobil tiba di ujung jalan,
laut lepas pun terlihat, kemudian mobil belok ke kanan, dan di sisi kanan jalan
banyak terdapat restoran. Namun mobil masih melaju menelusuri jalanan pinggir
laut ini, hingga tiba hampir di ujung jalan berikutnya, mobil berhenti, dan ahjussi ini
menunjuk ke bangunan di luar sana. Eh udah sampe, pantesan aja dia mau baik
hati nawarin tumpangan, karena kalo jalan pasti jauh banget ga tahan. Hehe…
Tapi,
setelah tiba di depan restoran, gue udah takut duluan bahkan untuk mendekat ke
restoran itu karena harga yang dikasih Namja resepsionis tadi. Hehe… Jadinya
kita jalan-jalan aja di tepi laut, sambil menikmati matahari yang siap
tenggelam. Ngelihat café di tepi laut, tapi menunya cuma buat ngemil-ngemil
aja. Lanjut jalan lagi, ke tempat yang kita lewati saat di mobil tadi,
deretan restoran. Sebenernya ada buanyaaakkk banget barisan restoran di sini.
Tapi gue milih-milih yang ada tulisan menunya di luar (beserta harganya yang
tercantum). Pilih-pilih restoran yang cuma jual seafood, ga ada jual menu lain,
akhirnya jatuhlah pilihan ke restoran yang berada di lantai atas.
Seafood Restaurant Jeju city
Saat
itu, resotaran ramai oleh sekelompok orang yang sepertinya baru pulang kerja
gitu. Pelayan yang menyambut kami sempat kaget karena tidak menyangka bahwa
tamu mereka adalah turis asing (cieee pribumi jadi turis asing di tanah orang.
Wkwkwkk..). Trus kami duduk di salah satu bilik ruangan. Pelayan
sempat ragu-ragu menawarkan menu, entah kenapa, namun saat saya menunjuk satu
menu bertuliskan hangeul, sambil menyebutkan nama menunya, dia merasa lega bahwa gue bisa baca korea. Hehe…
Rencanya gue mau pesen Haemul Ttukbaegi / 해물뚝배기 (Seafood hotpot) karena ketagihan sejak trip desemeber lalu. Sama menu Abalone (전복) karena trip desember kemaren gue ga semet nyobain
abalone yang saat dimasak masih gerak-gerak gitu (amazed~). Eh tapi ternyata gue
salah pilih. Harusnya pilih Jeonbuk yang ttukbaegi, sup abalone panas, gue
malah nunjuk dan milih yang Jeonbuk Mulhwi / 물회, abalone pake mie dingin. Yah apa
boleh buat (pantesan pelayannya sempet ngulang nanya memastikan apakah gue
yakin mau pesen menu itu, tapi gue sok meyakinkan gitu). Setelah memilih 2
menu, pelayan menanyakan menu satu lagi, karena kita bertiga. Ini nih, gue
pernah baca di blog, katanya kalo makan di restoran, jumlah menu yang dipilih
harus sesuai dengan jumlah orang yang datang. Tadinya bokap ga mau ikutan
makan, tapi karena takut diusir, gue terpaksa milih satu menu lagi. Bingung sih
mau pilih menu apa, karena emang ngincernya cuma 2 menu, dan ga tau menu lain
itu makanan apa. Jadinya nunjuk menu yang paling murah sambil nanya pelayannya.
Pelayannya jelasin semampunya dengan Bahasa inggrisnya yang terbatas dicampur
Bahasa korea yang harus gue pahami sendiri. Intinya sih menu murah ini adalah
sup ikan pedas.
Setelah kita pilih set menu, mereka mulai menyingkirkan piring pernak-pernik makan di atas meja. Gue baru memahami ternyata beberapa restoran di sini memang mengkhususkan menu buat makan rame-rame layaknya sashimi gitu. Tapi karena gue pernah nyoba dan ga begitu suka sama ikan-ikan mentah, daripada terbuang sayang dan harganya mahal, makanya ga pilih jenis menu ini.
Ga berapa lama, datanglah berbagai jenis banchan yang banyak dan ga pelit. Eh tapi, ada satu banchan seperti katsu. OHEMJI gue jadi ragu jangan-jangan ini adalah Donkatsu. T_T. Sesaat nafsu makan hilang. Jadi takut makan di sini. Kemudian, menu utama kami datang, 3 mangkuk sup seafood. Menurut gue, Haemul ttukbaegi (10.000 won) adalah menu yang paling enak di antara 2 menu lainnya, walopun kok gue ngerasa seafoodnya, apalagi abalonenya, agak ga terlalu fresh (padahal di restoran mereka ada banyak aquarium yang juga ada banyak isi hewan laut di dalamnya). Untuk menu Jeonbuk mulhwi (15.000 won) ga banget karena gue baru menyadari bahwa makanan dingin bukanlah tipe gue. Menu Sup ikan (10.000 won) yang satu lagi, yah so-so. Jadi, kesimpulannya, bagi kalian yang berencana ke Jeju atau kota lain dan mau nyoba menu seafood korea, ada baiknya gue menyarankan untuk pilih Haemul Ttukbaegi aja karena rasanya ga akan pernah gagal untuk menggugah selera. Rasa supnya tuh serupa rasa tekwan Palembang. Mungkin karena ada udang gedenya. Jadilah kita bertiga banyakan makan haemul ttukbaegi. Bahkan irisan abalone yang masih gerak-gerak hidup di mangkok gue, gue ceburin ke mangkok haemul ttukbaegi. Kayanya restoran kali ini FAILED. Entah kenapa malam itu kita lumayan sulit untuk menghabiskan menu yang terhidang. Entah rasanya yang ga begitu enak atau jumlahnya yang terlalu banyak.
Karena
hari sudah gelap, selesai makan, kita memutuskan untuk langsung pulang balik ke hotel. Tapi
sempet ada perdebatan harus lewat jalan yang mana. Karena pas pergi tadi naik
mobil, jadinya ga begitu ngelihat suasana jalan dan ga inget jalan mana yang
dilewati. Yaudah manut aja sama bokap gue. berjalanlah kita hingga akhirnya
tiba di jalan gede. Di jalan gede, bingung lagi lah kita harus belok kanan atau
belok kiri. Lupa. Jalan aja mengikuti intuisi ke mana mengarahnya. Lebih
anehnya gue ga nemu halte bus. Yaoloh. takutnya jam operasional bus umum bentar lagi selesai karena udah mau jam 8 malam. Berjalanlah kita menuju keramaian.
Jauuuuuhhhh… mau nangis, masa’ nyasar gini sih? Trus nanti kalo ga ketemu
hotelnya, kita jadi ngegembel di jeju gitu? Omaigat. Taksi juga jarang lewat.
Hingga akhirnya tiba di persimpangan gede. Ngeliat peta, gue udah bisa menerka dimana
kita berada saat itu. Ga lama kemudian, ada bus nomor 17 lewat, bus yang harus kita naiki supaya sampe ke hotel.! Tapi
sayang, bus di sini ga kaya metromini di Indonesia, ga bisa stop sembarangan.
Buru-burulah kita memperlebar langkah kaki mengejar ke arah bus berjalan. Hingga,
ketemu halte bus. Fyuuuhhh…walopun ketinggalan dan ga bisa ngejer bus yang lewat tadi, tapi untunglah masih bisa nunggu bus selanjutnya.
Malam itu suasana sudah sepi. Agak takut sih nanti ada begal ato anak punk. Tapi untungnya ga ada. Yang ada juga anak sekolahan yang say goodbye sama temen-temennya karena mereka harus naik bus yang berbeda-beda. Bus kita? Karena bus tadi barusan lewat, kita harus menunggu sekitar 30 menit lagi sebelum bus terakhir melewati halte bus ini. Lamaaaaaa aja nungguin busnya. Sampe rasanya mau naik taksi aja. Tapi nanggung. Di halte bus kita bisa memantau bus yang akan lewat bus apa saja, bus yang mau kita naiki berapa lama lagi tiba di sini, berapa halte lagi yang harus mereka lalaui sebelum tiba di sini. Canggih! Coba kalo di indo sistemnya kaya’ gini (eh, trans Jakarta udah ada ya..). Saat bus tiba, isi penumpangnya nyaris kosong. Mungkin orang-orang pada mikir nih turis ngapain malem-malem naik bus. Bodo. Yang penting sampe hotel yeaiy~
Saat tiba di hostel, gue disambut sama namja resepsionis. Ternyata dia masih inget, dia menyapa sambil nanyain “how’s your dinner?”. Gue jawab aja klo kita ga bisa menemukan restoran yang dia rekomendasikan, jadinya milih restoran secara random yang banyak terdapat di pinggir jalan. Trus dia kelihatan kaya’ menyayangkan banget gitu. Huuuhuuu.. iya deh lain kali gue nurut aja dah sama rekomendasi lokal, biar ga kecewa yang mendalam (*pelajaran trip ini). Tapi dia nanya lagi, “how’s the food?” dan gue jawab, “yah, I tried Haemul ttukbaegi, and I like it”. “glad to hear that you like it”, katanya.
Malam itu suasana sudah sepi. Agak takut sih nanti ada begal ato anak punk. Tapi untungnya ga ada. Yang ada juga anak sekolahan yang say goodbye sama temen-temennya karena mereka harus naik bus yang berbeda-beda. Bus kita? Karena bus tadi barusan lewat, kita harus menunggu sekitar 30 menit lagi sebelum bus terakhir melewati halte bus ini. Lamaaaaaa aja nungguin busnya. Sampe rasanya mau naik taksi aja. Tapi nanggung. Di halte bus kita bisa memantau bus yang akan lewat bus apa saja, bus yang mau kita naiki berapa lama lagi tiba di sini, berapa halte lagi yang harus mereka lalaui sebelum tiba di sini. Canggih! Coba kalo di indo sistemnya kaya’ gini (eh, trans Jakarta udah ada ya..). Saat bus tiba, isi penumpangnya nyaris kosong. Mungkin orang-orang pada mikir nih turis ngapain malem-malem naik bus. Bodo. Yang penting sampe hotel yeaiy~
Saat tiba di hostel, gue disambut sama namja resepsionis. Ternyata dia masih inget, dia menyapa sambil nanyain “how’s your dinner?”. Gue jawab aja klo kita ga bisa menemukan restoran yang dia rekomendasikan, jadinya milih restoran secara random yang banyak terdapat di pinggir jalan. Trus dia kelihatan kaya’ menyayangkan banget gitu. Huuuhuuu.. iya deh lain kali gue nurut aja dah sama rekomendasi lokal, biar ga kecewa yang mendalam (*pelajaran trip ini). Tapi dia nanya lagi, “how’s the food?” dan gue jawab, “yah, I tried Haemul ttukbaegi, and I like it”. “glad to hear that you like it”, katanya.
Okeh,
selesai sudah penjelajahan di Jeju. Semoga lain kali ada kesempatan ke Jeju
lagi, ke tempat lain yang belum tereksplore dengan persiapan yang lebih mateng
biar ga banyak kecemasan. Di kamar kita beres-beres barang karena besok pagi
udah balik lagi ke Seoul.
Komentar